Mar 11, 2010

Menanggulangi Krisis Rumah TNI

Oleh : Ilham M. Wijaya, SE

Krisis rumah dinas TNI hingga berujung penertiban beberapa waktu lalu telah memunculkan dua masalah pokok yaitu; masalah kurangnya pasokan rumah bagi prajurit TNI, dan masih adanya rumah dinas TNI yang digunakan oleh orang yang tidak berhak. Dari kedua masalah tersebut lalu muncul masalah minimnya anggaran untuk menyediakan kebutuhan rumah bagi prajurit tersebut.

Selain itu ada gagasan perlunya terobosan dengan menyerahkan urusan rumah TNI kedalam Kementerian Perumahan Rakyat. Gagasan tersebut cukup maju, namun tetap perlu dicarikan solusi jangka pendek. Mengingat peralihan wewenang penyediaan rumah tidak semudah yang dipikirkan.

Sebagai solusi jangka pendek Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI perlu menyiapkan penempatan sementara penghuni rumah dinas TNI dengan limit waktu tertentu. Dengan adanya relokasi tersebut penghuni yang tidak siap untuk pindah akan ada pilihan tempat tinggal. Dengan begitu tidak ada alasan lagi bagi penghuni rumah dinas TNI tetap bertahan di rumah dinas yang bukan haknya. Sebaiknya pengosongan juga dilakukan dengan cara-cara yang lebih persuasif.

Krisis rumah prajurit ini seharusnya tidak terulang lagi, persoalannya tidak semata soal minimnya anggaran. Jika Kementrian Pertahanan dan Mabes TNI memiliki sistem yang jelas dan tegas dalam pelaksanaannya, tidak akan ada kasus penertiban secara paksa bagi penghuni rumah dinas TNI.

Seringkali adanya kelonggaran yang diberikan kepada penghuni rumah dinas ini disalah artikan dan pada akhirnya terjadi polemik yang berkepanjangan. Supaya tidak terulang lagi kisruh rumah dinas TNI ini maka perlu ada evaluasi menyeluruh mengenai sistem penempatan rumah dinas dan data prajurit yang membutuhkan rumah.

Sistem penempatan rumah dinas ini memang sudah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Pembendaharaan Negara. Namun sebagai institusi yang sudah mandiri TNI bisa menyiapkan sistem tersendiri yang tujuannya adalah untuk merumahkan seluruh prajurit dengan layak dan terjangkau.

Sebagai langkah awal untuk menciptakan sistem penyediaan rumah bagi prajurit adalah dengan pembaharuan data mengenai prajurit aktif yang belum memiliki rumah dan para purnawirawan yang menempati rumah dinas. Khusus bagi prajurit aktif, sedini mungkin bisa diberikan kemudahan untuk mendapatkan rumah dengan cara mencicil melalui fasilitas Bank penyedia KPR. Sedangkan bagi purnawirawan bisa disesuaikan dengan kemampuan mengangsur cicilan rumah yang dijual secara sosial.

Semua proses itu tentunya harus didukung oleh manajemen aset TNI sebagai cost of capital penyediaan rumah bagi prajurit tersebut. Manajemen aset ini penting untuk menilai kemampuan dalam menyediakan seluruh kebutuhan juga sebagai referensi untuk menjalin berbagai bentuk kerjasama. Mengingat TNI memang harus diakui kekurangan dana penyediaan rumah ini karena sebagai besar dana habis untuk peralatan danperbaikan Alutsista. Disisi lain TNI juga memiliki banyak aset tanah tetapi stastusnya masih belum jelas. Sehingga seluruh aset TNI tersebut harus dilegalkan secara hukum baik berupa sertifikat Hak Guna Bangun/Hak Pakai Lahan untuk dipilih menjadi perumahan.

Proses legalisasi ini memang akan banyak menimbulkan persoalan selain membutuhkan biaya cukup tinggi juga terkait status aset adalah tanah negara yang sifatnya eksklusif. Namun sebagai langkah alternatif Pemerintah sebaiknya berani mengambil resiko dan bekerja secara profesional agar implikasi negatif tersebut bisa diminimalisir.

Untuk menghindari aktifitas bisnis TNI yang sudah diamputasi sejak reformasi. dalam hal pelaksanaan penyediaan rumah ini, Kementerian Pertahanan bisa mengambil alih tugas penyediaan rumah ini secara profesional. Dalam prosesnya tetap perlu ada prinsip kehati-hatian, mengingat setiap kali membentuk sebuah institusi bisnis, moral hazard oknum tertentu seringkali merusak semua rencana besar yang ada.

Setelah menilai seluruh potensi yang dimiliki, selanjutnya Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI bisa melakukan terobosan pemilikan rumah bagi para prajurit aktif dengan cara mempermudah proses bantuan uang muka untuk proses kredit pemilikan rumah (KPR) melalui Yayasan Kesejahteraan
Perumahan Prajurit (YKPP) dan Asabri. Yang paling pokok nilai KPR ini sifatnya khusus yaitu tidak sama dengan KPR pada umumnya. Sehingga Bank penyedia KPR harus betul-betul memperhatikan kondisi finansial para prajurit. Dengan adanya kekhususan tersebut baik dari segi Bank maupun harga jual rumah dari pengembang. Para prajurit akan mendapatkan rumah yang layak dan terjangkau.

Selain itu, kerjasama dengan pihak swasta merupakan pilihan yang tidak bisa lagi ditawar, mengingat minimnya anggaran yang dimiliki. Kerjasama ini bisa berbentuk joint operation (KSO), kerjasama bagi hasil, kerjasama pembangunan. Jika menilik data yang disampaikan Kementerian Pertahanan terjadi ketimpangan pasokan dan kebutuhan yaitu sekitar 44 persen atau sebesar 159.704 unit dari total pasokan sekitar 357.874 unit.

Maka kebutuhan rumah ekuivalen dengan ketersediaan lahan sekitar 2000 Ha. Dengan nilai investasi bisa mencapai Rp 100 Milyar untuk penyediaan tanah. Angka tersebut masih perlu disesuaikan mengingat harga tanah disetiap lokasi berbeda. Secara teknis Kementerian Pertahanan membutuhkan sekitar Rp 1 Tryliun untuk membangun rumah bagi prajurit yang belum memiliki rumah. Dana tersebut mau tidak mau harus diambil dari pihak ketiga.

Proses penyediaan rumah prajurit ini sebetulnya pada tahun 2015 bisa sudah selesai. Jika dari sekarang pihak terkait melakukan kordinasi dalam menciptakan sistem yang tepat. Termasuk dalam jangka panjang untuk mengalihkan wewenang perumahan kepada Kementerian Perumahan Rakyat.

Namun perlu diperhartikan peralihan wewenang ini sifatnya bukan operasional melainkan analisa dan kebijakan. Sedangkan operasionalnya, menurut hemat penulis perlu ada badan khusus yang menangani perumahan TNI dengan program utamanya adalah mengawal seluruh proses penyediaan rumah, mulai dari pendataan, inventarisir, dan inisiatif kerjasama hingga pilihan kebijakan yang bisa ditawarkan kepada departemen atau instansi terkait. Dengan begitu prosesnya, akan meminimalisir kembalinya TNI kepada aktivitas bisnis.

Terimakasih,
Jakarta,11 Maret 2010

*Artikel ini telah dimuat di Harian Bisnis Indonesia edisi 2 Maret 2010

No comments:

Post a Comment