Sep 16, 2009

Reformasi Kelembagaan Kemenpera di Era Otonomi Daerah

Perubahan sistem ketatanegaraan di Indonesia telah berdampak pada berbagai bidang. Khususnya bidang perumahan dan permukiman, pembagian kerja dengan daerah telah dipayungi peraturan pemerintah (PP) NO. 38 Tahun 2007. Pembagian kerja ini dilandasi oleh semangat untuk membangun tanggung jawab bersama dalam hal penyediaan hunian layak bagi masyarakat.

Namun dalam implementasinya, PP No 38 Tahun 2007 ini seringkali di benturkan dengan PP No 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, dimana Daerah berhak mengatur perangkat organisasinya sendiri sesuai kebutuhan dan kapasitas daerah tersebut. Terutama dalam mengatur jumlah dan nama Dinas Daerah. Jika dibentuk Dinas Daerah yang membidangi perumahan dan permukiman maka konsekuensinya Dinas tersebut harus membuat anggaran dan kebijakan tersendiri. Tentunya hal ini akan berat dilakukan oleh daerah yang belum menjadikan bidang perumahan dan permukiman menjadi konsentrasi pembangunan. Bentuk lain seperti Kantor, atau Lembaga Teknis daerah pada intinya permasalahannya terletak pada ketersediaan dana dan political wiil dari daerah.

Untuk mendorong Daerah agar merespon PP NO 38 Tahun 2007, Pemerintah Pusat terlebih dahulu harus merombak sistem kelembagaannya. Agar dalam operasionalnya daerah memiliki panduan dalam pelaksanaan tugas pengembangan perumahan dan permukiman didaerah.

Perombakan sistem kelembagaan yang dimaksud adalah melakukan upaya penguatan dengan didukung oleh regulasi yang ada. Misalnya; setiap kebijakan pemerintah pusat memiliki ketentuan mengikat ke daerah, walaupun era otonomi daerah wewenang dearah cukup besar. Namun dibidang perumahan ini secara grand design pemerintah pusat bisa mengatur ruang lingkup setiap kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman. Dimana fungsi daerah dan dimana fungsi pusat, itu semuanya sudah ditentukan bersama-sama antara pemerintah daerah dan pusat. Dengan adanya keterkaitan pembangunan perumahan dan permukiman antara pusat dan daerah. Maka secara tidak langsung persoalan visi bersama sudah mulai teratasi, tinggal pelaksanaan di daerah yang perlu keseriusan.

Selain itu dalam aspek kelembagaan, hal-hal yang perlu mendapat perhatian dan perbaikan adalah menyangkut pola kordinasi setiap instansi yang secara langsung berhubungan dengan bidang perumahan dan permukiman, seperti, Perumnas, Bapertarum-PNS, YKPP, BTN, Jamsostek, PLN, BPN dll. Pola koordinasi ini harus jelas, sehingga Kemenpera dapat menjalankan setiap programnya dengan baik. Secara garis besar hal-hal pokok yang menyangkut perbaikan kelembagaan terdiri dari dua (2) aspek:
1. Aspek Kelembagaan
a. Badan Operasional Perumahan Rakyat
b. Pembentukan Dinas Perumahan atau Unit kerja yang khusus membidangi masalah perumahan dan permukiman terdapat di semua Daerah

2. Aspek Regulasi Pendukung
a. Kepres, Kepmen; Secara umum badan ini
sebagai kordinator instansi pelaksana bidang perumahan seperti; pertanahan, pendanaan, sarana prasarana, pembangunan, perijinan, kelistrikan, fasum/fasos, lingkungan, budaya, dll.

b. PP No 38 Tahun 2007; PP No41 Tahun 2007
Perda ; Pergub; PerWalikota; Perbupati

Idealnya Badan Operasional ini merupakan respresentasi dari seluruh instansi pemerintah yang menyangkut perumahan. Badan operasional ini sebagai pusat informasi dan komunikasi, dengan tujuang menjalankan visi bersama dari semua instnsi pemerintah yang terkait perumahan dan permukiman. Dengan adanya badan ini diharapakn pembangunan perumahan rakyat bisa lebih integratif sehingga penyelenggaraannya menjadi terarah.

Pada gambar dimuka terdapat alur hierarki setiap level pemerintahan memiliki komitmen untuk menuju pada visi bersama. Kemudian ada legitimasi hukum yang mengatur setiap Dinas Perumahan Provinsi dan Dinas Perumahan Kab/Kota dan setiap aktivitas yang terkait dengan sektor perumahan. Dalam proses penyusunan program partisipasi masyarakat di setiap level dimungkinkan untuk terlibat aktif. Agar prosesnya sesuai dengan harapan masyarakat. Pelaksanaan struktur manajemen pembangunan perumahan dan pengembangan permukiman nasional tersebut akan berjalan baik apabila memenuhi persyaratan dibawah ini, yaitu :

1.Pembentukan Dinas Perumahan atau Unit kerja yang khusus membidangi masalah perumahan dan permukiman terdapat di semua Daerah.
2.Terdapat anggaran pembangunan yang feasible untuk membangun bidang perumahan dan pengembangan permukiman.
3.Adanya sumber daya manusia (SDM) yang handal dalam bidang perumahan dan permukinan.
Sekarang ini masalah utama yang muncul dalam menjalankan struktur manajemen perumahan nasional tersebut adalah setiap Daerah banyak yang belum memiliki Dinas Perumahan.

Sehingga sulit sekali untuk membangun komunikasi dalam menentukan program pembangunan perumahan dan permukiman nasional. Untuk itu langkah pertama yang perlu dilakukan untuk Kemenpera di masa mendatang adalah mempercepat adanya Dinas Perumahan di setiap Daerah sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2007.

Selain masalah kelembagaan yang belum ada. Masalah utama lainnya adalah mengenai anggaran biaya untuk bidang perumahan dan permukiman sangat terbatas. Setiap Daerah diprediksi sulit mengalokasikan dana untuk bidang perumahan dan permukiman. Mengingat kebutuhan prioritas lainnya seperti; anggaran pendidikan, kesehatan dan kemiskinan mendesak harus dipenuhi. Untuk menyiasati hal ini daerah bisa membangun kemitraan bisnis dengan pihak swasta dengan memberikan insentif baik dari segi perijinan maupun sektor pajak.

Dari segi sumber daya yang memahami bidang perumahan dan permukiman. Daerah harus mulai melakukan pelatihan-pelatihan untuk menghasilkan birokrasi yang memahami secara mendalam bidang public housing dengan segala aspek terkaitnya.

Setelah semua prasyarat terpenuhi untuk menjalankan manajemen pembangunan perumahan dan permukiman nasional. Selanjutnya dibutuhkan visi bersama yang menjadi cita ideal bidang perumahan dan permukiman. Visi bersama tersebut dirumuskan bersama antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Sebetulnya pada era tahun 90-an pemerintah melalui Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah (KIMPRASWIL) telah menghasilkan visi pembangunan perumahan dan permukiman 2020 yang berisi : ”setiap orang (KK) Indonesia mampu memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau pada lingkungan yang sehat dan aman harmonis dan berkelanjutan dalam upaya terbentuknya masyarakat berjatidiri, mandiri dan produktif”. Visi tersebut terangkum dalam gagasan yang cukup komprehensif yaitu Kebijakan Dan Strategi Nasional Pembangunan Perumahan Dan Permukiman (KSNPP). Kebijakan ini berdasarkan pada program arahan dari Pelita V dan UU No. 4 Tahun 1992.
Secara konseptual KSNPP sudah lengkap dan baik. Kebijakan KSNPP mengalami perubahan karena dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Perubahan antara lain dilakukan melalui Surat Keputusan Menteri KIMPRASWIL No. 217/KPTS/M/2002 tentang Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman.

Pada era pemerintahan sekarang ini, Kemenpera memiliki banyak program yang terkait dengan perumahan rakyat. Namun program-program tersebut bisa dikatakan hanya sebatas program seremonial yang bersifat jangka pendek. Karena apabila mengacu kepada syarat manajemen pembangunan perumahan dan pengembangan permukiman. Maka Kemenpera selama ini belum bisa optimal menjalankan programnya.

Untuk mengoptimalkan peran dan kepentingan pembangunan perumahan rakyat dapat diwujudkan melalui dua hal pokok, kedua hal pokok itu antara lain :
1.Adanya Departemen Perumahan di tingkat Pemerintah Pusat dan Dinas Perumahan di tingkat Pemerintah Daerah Provinisi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota seluruh Indonesia. Keberadaan Departemen ini berbeda dengan Kementrian Negara. Departemen memiliki kewenangan menentukan anggaran dan mengelolanya sampai ke struktur organisasi tingkat Daerah. Dari mulai perrencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan dapat dioptimalkan. Meski demikian ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan berkaitan dengan keberadaan Departemen Perumahan tersebut, yaitu :
•Legitimasi atau pengakuan dari berbagai pihak baik dari aspek hukum dan perundang-undangan, kelembagaan negara, maupun yang mendukung keberadaan Departemen ini.
•Sinergi kerja dengan berbagai Lembaga dan Instansi yang terkait terutama menyangkut besaran subsidi kredit perumahan dengan Depkeu, kerjasama dalam hal pembangunan kelistrikan dengan PLN, kordinasi masalah pertanahan dengan BPN.

2.Adanya blue print strategi transformasi model pembangunan perumahan dan permukiman secara nasional dengan Dinas Perumahan ditingkat Provinsi dan Kab/Kota yang jelas dan menyeluruh serta memperlihatkan profesionalisme kerja.

Dalam kaitan blue print tersebut ada beberapa indikator yang perlu dikaji lebih jauh. Indikator yang dimaksud adalah sebuah pernyataan yang merupakan cerminan dari aspek-aspek penting tentang masa depan ideal pembangunan perumahan dan permukiman nasional. Idealnya indikator ini dihasilkan dari proses diskusi panjang semua pemangku kepentingan perumahan dan permukiman di semua tingkatan pemerintahan. Namun sebagai gambaran indikator tersebut terdiri dari beberapa aspek dibawah ini, diantaranya;
A.Aspek Kebijakan
-Adanya kebijakan penyelenggaraan perumahan dan permukiman dengan prioritas masyarakat berpenghasilan rendah. Mengoptimalkan kebijakan realisasi pembangunan dengan perbandingan 1:3:6.
-Anggaran Kebijakan Anggaran Perumahan rakyat dapat dialokasikan minimal 1% dari total APBN.
-Adanya kebijakan pemberian insentif bagi pelaku pembangunan perumahan dan permukiman baik lembaga formal, informal maupun perorangan.
B.Aspek Kelembagaan
-Terbentuknya Dinas Perumahan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota disetiap Daerah.
-Terbentuknya lembaga atau badan perijinan one stop services yang mengurusi bidang perumahan dan permukiman, untuk mendorong keterpaduan kepentingan antara; Badan Pertanahan Nasional (BPN), Perusahaan Listrik Negara (PLN), Birokrasi Pemda dan pihak swasta.
-Adanya SDM birokrasi yang handal terkait bidang perumahan dan permukiman.
-Pembinaan pelaku pembangunan perumahan dan stake holder perumahan melalui forum pelaku pembangunan perumahan dan permukiman serta stakeholder perumahan untuk mendapatkan masukan yang lebih partisipatif.

C.Aspek Pembiayaan
-Pengembangan sistem pembiayaan perumahan nasional yang bisa lebih menjangkau ke semua lapisan masyarakat.
-Pengembangan sistem pembiayaan perumahan nasional yang terintegrasi. Dalam hal ini sangat dimungkinkan untuk dibentuk Lembaga Keuangan atau Bank yang khusus membidangi Perumahan dan Permukiman.
-Optimalisasi kinerja lembaga alternatif pembiayaan perumahan seperti; PT SMF, Bapertarum-PNS,dll.

D.Aspek Pertanahan dan Tata ruang
-Adanya kebijakan pertanahan dan tata ruang untuk perumahan dan permukiman masyarakat yang berpenghasilan rendah.
-Adanya pengendalian tata ruang tingkat nasional dan wilayah yang terintegrasi dalam satu kesatuan sistem. Dalam hal ini ada sebuah blue print tentang pembangunan kawasan untuk perumahan dan permukiman.
-Pengembangan lahan dan tata ruang diarahkan untuk pembangunan berkelanjutan yang berdimensi sosial.

Dengan konsistensi dalam menjalankan setiap kebijakan bidang perumahan dan permukiman serta didukung oleh birokrasi yang handal. Tujuan blue print tersebut bisa tercapai. Langkah selanjutnya untuk untuk menjalankan blue print tersebut. Perlu ada strategi penyusunan regulasi pembangunan yang bisa menggerakkan visi besar pembangunan perumahan dan pengembangan permukiman nasional.


*tulisan secara subtansi hampir sama dengan yang sebelumya ada penekanan dan penambahan sedikit.

mohon komentar pengunjung...
proilham@gmail.com

Sep 8, 2009

USULAN PROGRAM 100 HARI KEMENPERA

Kompleksitas masalah perumahan dan permukiman di Indonesia harus diselesaikan secara komprehensif. Karena bidang ini melibatkan berbagai sektor, sehingga pengelolaannya harus terpadu dan menyeluruh. Untuk itu dalam kerjanya perlu didukung oleh sistem kelembagaan yang efektif dan efisien.

Pengelolaan bidang perumahan dan permukiman di Indonesia sejak pra kemerdekaan hingga era reformasi memang telah banyak mengalami perubahan yang signifikan, seperti; pembentukan Kementerian Perumahan Rakyat sebagai kordinator seluruh aktivitas bidang perumahan rakyat, pembentukan Bapertarum-PNS untuk membantu penyediaan rumah bagi kalangan pegawai negeri sipil, pendirian PT Sarana Multi griya Finance (SMF) sebagai alternatif pembiayaan perumahan, dll.

Namun perkembangan bidang perumahan dan permukiman tersebut tidak diikuti dengan penguatan regulasi dan kelembagaan. Sekarang ini Kemenpera hanya berfungsi sebagai kordinator yang tugasnya adalah mengkordinir aktivitas bidang perumahan dan permukiman di Indonesia.

Masalah strategis yang terkait bidang perumahan dan permukiman seperti; pembiayaan, penguasaan tanah dan tataruang, perijinan serta operasional pelaksanaanya. Selama ini menjadi masalah yang sulit dipecahkan oleh Kemenpera. Karena kurangnya wewenang dan sistem kelembagaan yang tidak melingkupi semua masalah tersebut.

Dengan demikian dimasa kabinet pemerintahan 2009-2014 mendatang, perlu ada upaya untuk membenahi wewenang dan sistem kelembagaan tersebut. Agar kinerja Kemenpera kedepan lebih kuat dan produktif sehingga agenda-agenda perumahan rakyat bisa dilaksanakan sesuai harapan.

Usulan agenda 100 hari bidang perumahan ini memuat beberapa hal diantaranya : Reformasi Kelembagaan Kemenpera di Era Otonomi Daerah, kemudian setelah adanya format dari reformasi kelembagaan tersebut, maka selanjutnya akan dipaparkan Strategi Penyusunan Regulasi Terkait Bidang Perumahan dan Permukiman hal ini penting untuk mendukung sistem kelembagaan Kemenpera. Kemudian setelah regulasi dan kelembagaan mendapatkan blue print-nya, selanjutnya perlu Format Kerangka Kerja Bidang Perumahan Rakyat.

continued...

komentar dong