Feb 27, 2008

APBN Neoliberal Dan Derita Rakyat

Oleh Ilham M. Wijaya*

Langkah Pemerintah untuk kembali merevisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2008 layaknya sebuah atraksi panggung yang tak mendapat sorotan penonton. Padahal disaat panggung atraksi tersebut terjadi kondisi sebagian besar rakyat Indonesia sedang menjerit merasakan kehidupan ekonomi yang semakin sulit. Betapa tidak, harga kebutuhan pokok terus merangkak naik, konsumsi masyarakat terhadap kebutuhan pangan semakin tinggi sedangkan pendapatan tidak berubah.

Kebijakan pemerintah dalam APBN-P 2008 memang cukup realistis, yang menjadi pokok persoalan, sejauh mana kebijakan APBN-P itu dapat merubah kondisi ekonomi masyarakat miskin. Artinya kebijakan APBN-P hendaknya mengacu pada paradigma pembangunan ekonomi yang mensejahterakan, bukan malah sebaliknya. Paradigma penyusunan APBN-P 2008 sangat kental dengan ekonomi neoliberal. Sehingga harapan terjadinya pertumbuhan ekonomi sektor riil yang diikuti oleh kesejahteraan masyarakat akan semakin sulit terjadi.

Asumsi dasar APBN-P 2008 sejak dirumuskan pertengahan tahun 2007 berdasarkan perkembangan eksternal dan internal. Untuk eksternal proyeksi kenaikan minyak mentah menjadi pertimbangan utama, kemudian juga perlambatan ekonomi AS akibat kredit perumahan yang kurang baik (subprime mortgage) dan fluktuasi nilai tukar rupiah. Sedangkan dari segi internal tekanan inflasi (food/energy) terus terjadi.

Asumsi dasar tersebut sudah diproyeksikan sesuai dengan kapasitas keuangan Negara. Namun perubahan APBN kembali terjadi setelah satu bulan disahkan. Hal ini menandakan reputasi pemerintah terutama tim ekonomi tidak memiliki perencanaan ekonomi nasional yang matang. Sehingga yang terlihat perekonomian nasional dibawah bayang-bayang neoliberalisme.

Padahal apabila sudah disiapkan sebelumnya, ketika terjadi goncangan ekonomi global yang telah merubah semua proyeksi ekonomi termasuk indikator harga komoditas, Indonesia bisa memanfaatkan kondisi tersebut dengan menggenjot sektor produksi hingga bisa meraup keuntungan yang besar dari kondisi ini. Walaupun ini bersifat jangka panjang, potensi Indonesia untuk melakukan itu sangat terbuka. Dalam hal ini Pemerintah harus bekerja keras menginvestasikan anggarannya untuk membangun sektor produksi komoditas berskala massal, demi memenuhi kebutuhan pasar global di masa mendatang.

Untuk jangka pendek kebijakan merevisi APBN 2008 adalah hal rasional, tetapi harus diikuti penghematan massal dimulai dari belanja pemerintah. Kemudian untuk jangka menengah, program diversifikasi produk konsumsi yang dibutuhkan masyarakat harus segera dilakukan dan melepas subsidi untuk sektor yang membebani APBN bisa dilakukan secara perlahan. Sedangkan untuk jangka panjang pemerintah harus mencanangkan penguatan industri hulu disemua sektor produksi terutama sektor pertanian.

Masyarakat jadi korban
Kondisi perekonomian nasional yang sulit sekarang ini telah menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi korban terutama mereka yang berada dipojok-pojok kemiskinan. Kondisi hidupnya akan semakin susah, tingkat kesehatan dan pendidikan menjadi terabaikan, sehingga tak heran masalah sosial akan semakin tinggi.
Peran pemerintah sangat penting dalam melihat perkembangan sistuasi ekonomi dewasa ini. Kebijakan dan strategi pembangunan harus betul-betul berpihak kepada rakyat, trilogi pembangunan yang berbasis pada pro poor, pro prosperity dan pro growt, harus diimplementasikan sebaik mungkin.

Selama ini kondisi pemerintah sama sekali tidak memihak kepada rakyat, pertumbuhan ekonomi akan sulit terjadi karena dari paradigma penyusunan APBN-P menggunakan paradigma yang salah yaitu; asumsi anggaran defisit dengan pembiayaan luar negeri/dalam negeri dan penerbitan surat utang negara (SUN). Melihat struktur APBN-P 2008 belanja pemerintah pemerintah terlalu tinggi, sedangkan investasi, tabungan dan penanggulangan masalah-masalah sosial masyarakat sangat kecil. Kalaupun ada kemajuan ekonomi dipengaruhi oleh investasi swasta, ekspor dan konsumsi masyarakat.

Strategi yang salah
Dengan strategi defisit dan penerbitan SUN, jelaslah bahwa pemerintah tidak memiliki konsep untuk keluar dari krisis, kebijakan pemerintah hanya bersifat sesaat dan menipu rakyat yang membayar pajak. Agenda neoliberal sangat kentara dengan membuka peluang privatisasi, pembiayaan luar negeri yang seolah-olah menjadi keharusan dari APBN, juga surplus APBN akan menjadi keuntungan kreditor karena sebagai bunga utang dan cicilan utang. Penerbitan SUN juga akan berbahaya bagi stabilitas fiskal dalam negeri.

Dengan demikian APBN Indonesia telah terjebak dalam perangkap gali lubang tutup lubang. besarnya beban APBN akan memaksa pemerintah untuk meningkatkan pendapatan terutama dari sektor pajak, menekan pos anggaran departemen strategis seperti; kisruhnya pemotongan anggaran pertahanan, pendidikan dan departemen lainnya, mengurangi biaya subsidi untuk sektor publik seperti; kesehatan, BBM, pendidikan, transportasi dan perumahan. Dampak dari kebijakan itu, prospek kesejahteraan masyarakat menjadi terganggu, sedangkan disisi lain keuntungan finansial tetap diraih oleh pelaku usaha konglomerasi. Itulah neoliberal, sulit untuk dibendung!

Jakarta, 27 Februari 2008

Ilham M. Wijaya
proilham@gmail.com