Jun 11, 2009

Pembangunan Berkelanjutan; Masa Depan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Indonesia

Oleh Ilham M. Wijaya, SE

Kondisi masa depan pembangunan dan permukiman di Indonesia harus diarahkan kepada pola pembangunan berkelanjutan. Hal ini penting guna keberlangsungan pembangunan dan dampaknya terhadap kondisi lingkungan.

Pembangunan berkelanjutan (suistanable development) merupakan falsafah pembangunan yang menaruh perhatian pada keadaan jangka panjang. Dalam The UK Strategis for Suistanable Developement (1990) pengertian suistanable development adalah hidup di bumi dengan pendapatan yang lebih tinggi dari pengurangan kapital. Ini berarti menjaga konsumsi agar tidak melampaui batas dan memberi kesempatan untuk mempengaruhi lingkungan eksternal seperti; udara bersih, konservasi hutan, air bersih, tanah, dll.

Dalam pengertian lain, pembangunan berkelanjutan dapat diartikan dalam arti sempit dan arti luas. Dalam arti luas pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangunan yang tidak menurunkan kapasitas sgenarasi yang akan datang untuk melaksanakan pembangunan. Meskipun terdapat penyusutan cadangan sumber daya alam dan memburuknya lingkungan. Tetapi keadaan tersebut dapat digantikan sumber daya lain baik oleh sumber daya manusia maupun sumber daya kapital. Sedangkan dalam arti sempit pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangnan yang tidak mengurangi kemampuan genarasi yang akan datang untuk melakukan pembangunan. Tetapi denagan menjaga agar fungsi sumber daya alam dan lingkungan yang ada tidak menurun, tanpa digantikan oleh sumber daya lainnya.

Pola pembangunan berkelanjutan terdiri dari keseimbangan pendayagunaan lingkungan alam, pelaku pembangunan dan partisipasi masyarakat sebagai pelaku sosial. Ketiga unsur pokok tersebut idealnya berjalan sinergis, tetapi seringkali pembangunan hanya menekankan pada kepentingan bisnis semata tanpa mempedulikan masalah lingkungan dan sosial.

Keseimbangan pembangunan dan perumahan yang ideal terjadi apabila tingkat kesejahteraan masyarakat sudah merata. Sehingga penyerapan perumahan dan penataan perumahan bisa dilakukan dengan kondisi yang memungkinkan. Masyarakat yang sejahtera akan mudah menerima arahan dan aturan untuk mematuhi rencana tata ruang atau menjalankan semua aturan yang berlaku terkait pengembangan perumahan dan permukiman.
Penataan perumahan dan permukiman di Indonesia merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Jumlah penduduk yang sudah mencapai 220 Juta Jiwa serta tingkat pendapatan masyarakat yang masih banyak dibawah standar, telah menyebabkan pemenuhan kebutuhan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah selalu sulit memenuhi target.

Dalam target Kemenpera tahun 2009 hanya mengurangi kesenjangan penyediaan perumahan dari 5,8 juta unit pada tahun 2004 menjadi 4, 8 juta unit pada tahun 2009 dengan rata-rata penyediaan pertahun mencapai 800 ribu unit. Mengurangi jumlah rumah tidak layak dari 13 juta pada tahun 2004 menjadi 5,8 juta unit pada tahun 2009. Mengurangi kawsan kumuh 54.000 Ha pada tahun 2004 menjadi 27.000 Ha pada tahun 2009.

Melihat target tersebut, penyelenggaraan perumahan dan permukiman di Indonesia masih dalam konteks pembangunan untuk mengurangi, artinya masih ada disparitas yang tinggi terkait pasokan dan permintaan perumahan tersebut.. Apalagi angka-angka tersebut masih diperdebatkan karena bisa jadi belum melingkupi perumahan dan permukiman masyarakat di seluruh pelosok Indonesia.

Dalam upaya membangun perumahan dan permukiman untuk kepentingan masyarakat. Langkah kecil Pemerintah sekarang ini masih bisa dianggap sudah memulai dengan baik. Karena keterbatasan anggaran negara. Proses pembangunan tersebut sulit untuk memenuhi semua kalangan masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah. Prioritas untuk fokus di perkotaan cukup realistis, mengingat tingkat urbanisasi dan ketidak-teraturan tata ruang di perkotaan sudah sangat mengkhawatirkan.

Dinamika industrialisasi yang terjadi di negara berkembang ikut mempengaruhi pola pembangunan di Indonesia. Pembangunan selain berpengaruh terhadap lingkungan alam, juga mempengaruhi kualitas hidup masyarakat. Pembangunan berkelanjutan dalam konteks perumahan dan permukiman diharapkan mampu menjadi guiden semua pihak. Agar penyediaaan kebutuhan perumahan rakyat di masa-masa mendatang tidak semata-mata bersifat fisik semata. Melainkan mempertimbangkan keterpaduan antara aspek alam, sosial aspek ekonomi.

Keseimbangan aspek alam terkait dengan semakin tingginya intensitas pembangunan di perkotaan. Menyebabkan kondisi tanah, air dan udara menjadi rusak. Bidang perumahan dan permukiman yang membutuhkan lahan yang sesuai, tidak dapat dipenuhi karena banyak lahan yang sudah dikuasai oleh pihak lain. Harga tanah juga seringkali berubah-ubah. Misi pembangunan perumahan dan permukiman yang berdimensi sosial menjadi sulit terealisasi karena biaya tinggi dalam proses pembangunannya.

Tantangan ini akan terus terjadi apabila pemerintah tidak segera menyiapkan strategi pembangunan perumahan dan permukiman yang memiliki dimensi berkelanjutan. Salah satu cara dalam menyelesaikan masalah pertanahan tersebut, diperlukan sebuah Lembaga Bank Tanah (land banking) yang bertugas khusus menangani pengelolaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi masyarakat.

Ketersediaan lahan merupakan faktor utama untuk pembagunan perumahan dan permukiman. Jika tidak ada lahan proses pembangunan akan terkendala. Selain itu juga perencanaan kawasan yang terpadu dari mulai pemerintah pusat hingga daerah untuk pembangunan perumahan dan permukiman perlu diperhatikan. Agar pembangunan perumahan dan permukiman tidak melanggar aturan tata ruang.

Sedangkan keseimbangan dari aspek ekonominya, pembangunan perumahan dan pengembangan permukiman kedepan harus difasilitasi oleh Pemerintah Pusat maupun Pemeintah Daerah dengan memeprmudah proses perijinan dan menghapuskan pungutan-pungutan yang memberatkan dunia usaha dan para pelaku pembangunan perumahan.

Tujuan dari proses pembangunan perumahan dan permukiman pada akhirnya harus memiliki dampak sosial. Aspek sosial ini terkait dengan komitmen pemerintah dan dunia usah untuk membantu penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kontribusi tersebut bisa berupa bantuan subsidi kredit perumahan yang terjangkau, bebas biaya uang muka atau penyediaan hunian massal yang bersifat sosial.

Dimensi pembangunan berkelanjutan ini dalam konteks pembangunan bidang perumahan dan pengembangan permukiman di era Desentralisasi harus dapat dikembangkan di Daerah. Dengan melibatkan setiap pemangku kepentingan dari unsur masyarakat. Juga para pelaku pembangunan perumahan. Selanjutnya perlu ada upaya pembinaan dan pemberdayaan komunitas masyarakat perumahan dan permukiman agar arah perkembangannya selaras dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Kesimpulan

Era desentralisasi merupakan momentum berkembangnya bidang perumahan dan permukiman. Karena dimungkinkan adanya pembagian peran penyediaan perumahan dan permukiman sesuai peraturan pemerintah. Sehingga prospek pembangunannya pada waku yang akan datang akan lebih baik.

Namun dalam pelaksanaannya, dibeberapa daerah masih banyak yang belum memiliki Badan/Unit kerja yang fokus di bidang perumahan dan permukiman. Sehingga hal ini menjadi kendala untuk lahirnya kebijakan perumahan rakyat di daerah. Oleh karena itu ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk menjadikan bidang perumahan dan permukiman di masa-masa mendatang dapat lebih optimal, yaitu :

Pertama, Aspek Kelembagaan, aspek kelembagaan ini terkait dengan manajemen perumahan dan permukiman nasional. Restrukturisasi Kementrian Perumahan Rakyat merupakan langkah yang harus segera dilakukan. Restrukturisasi ini menyangkut manajemen kewenangan Kementrian yang perlu ditingkatkan menjadi Departemen dan pembentukan secara khusus bidang perumahan dan permukiman di setiap Pemeritah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota.

Kedua, Aspek Pembinaan, konteks pembinaan dalam hal ini merupakan aktivitas transformasi model pembangunan perumahan dan permukiman nasional yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pertama pembinaan terhadap pelaku pembangunan perumahan atau pemangku kepentingan (stake holder) perumahan dan kedua pembinaan terhadap lingkungan hidup.

Pembinaan terhadap pelaku pembangunan perumahan dan stake holder perumahan yang bisa berupa forum perumahan. Tujuannya adalah untuk membangun kemitraan yang partisipatif antara pemerintah dan masyarakat. Sehingga ada upaya swadaya penyediaan kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau. Sedangkan untuk Pembinaan Lingkungan Hidup terkait dengan peran pengawasan Kemenpera dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan berkelanjutan dan konteks perumahan dan permukiman. Hal ini perlu dilakukan pembinaan yang intensif guna terciptanya iklim pembangunan perumahan dan permukiman yang berwawasan lingkungan.

Ketiga, Aspek pembangunan berkelanjutan. Orientasi pembangunan perumahan dan permukiman menjadi lebih berdaya guna apabila diarahkan menuju tercitanya kondisi masyarakat yang memiliki kualitas hidup baik dan kondisi lingkungan yang bersahabat.

Dengan demikian pembangunan perumahan dan permukiman mempunyai pijakan yang jelas dan kuat serta tujuan yang terarah. Sehingga hasilnya sepenuhnya bisa di optimalkan untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat.

Catatan : semua tulisan dari awal sampai akhir mertupakan rangkuman Lomba karya tulis Menpera 2009

saran/kritik; proilham@gmail.com

Terimakasih

Ilham M. Wijaya

Jun 1, 2009

OTONOMI DAERAH DAN STRATEGI PENDANAAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

Oleh : Ilham M. Wijaya,SE

Proses penyelenggaraan perumahan dan permukiman akan menghadapi masalah krusial terutama menyangkut masalah pendanaan. Walaupun di era Desentralisasi, sumber keuangan berasal dari Daerah sendiri dan sebagian dari pembagian Pemerintah Pusat melalui; Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Tetapi Daerah sepertinya belum memiliki pemahaman mengenai penyediaan perumahan dan permukiman ini.

Otonomi daerah telah melahirkan pengaruh yang beraneka ragam terhadap pembangunan di daerah. Menurut Syaukani (2002:145) dan diungkapkan kembali oleh Toto Sugiarto dalam Meneropog Indonesia 2025, karakteristik penyelenggaraan Pemerintah Daerah yaitu; pertama, Daerah dibagai kedalam wilayah yang bersifat otonom dan kedalam wilayah administratif, kedua dipakai sistem hierarki disetiap tingkatan pemerintahan. Pada prakteknya kewenangan pusat masih dominan, semua daerah hanya menjalankan fungsi administratif yang melaksanakan kebijakan pusat. Tentunya jika tidak dibenahi dengan peraturan yang relevan, hal ini akan memicu bom waktu dikemudian hari.

UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah mengakomodir kepentingan semua pihak. Dalam UU tersebut ada prinsip keadilan horizontal dan vertikal, terlepas masih ada perdebatan di dalam pelaksanaanya. Dengan UU ini tidak akan ada lagi Daerah yang hanya menikmati kekayaan sumber daya alam (SDA) sendiri. Sedangkan Daerah lain yang tidak memilki SDA juga bisa ikut menikmati. Walaupun dalam pelaksanaanya perlu ada pengawasan dari semua pihak baik di Pusat maupun di Daerah tersebut.

Otonomi daerah sedikit banyak mempengaruhi pola kebijakan penyelenggaraan perumahan dan permukiman di Daerah. Daerah sekarang ini memiliki kewenangan yang besar dalam mengatur daerahnya, kecuali bidang pertahanan dan keamanan nasional, politik luar negeri, moneter dan fiskal, peradilan, agama serta bidang lainnya.

Bidang penyelenggaran perumahan dan permukiman sebagai bagian dari kewenangan Daerah. Sesuai amanat PP No.38 Tahun 2007 daerah diharapkan mampu memfasilitasi dan membantu penyediaan perumahan dan permukiman untuk masyarakat. Dengan mengacu pada perencanaan pembangunan perumahan dan pengembangan permukiman nasional yang telah ditetapkan oleh Kementerian Perumahan Rakyat di tingkat pemerintah pusat.

Saat ini Dinas atau Unit kerja yang membidangi perumahan dan permukiman di setiap Daerah sangat terbatas. Dinas yang membidangi perumahan dan permukiman masih digabung bersama bidang permukiman atau tata ruang. Bagi Daerah yang masih baru, seringkali malah tidak ada Dinas yang membidangi perumahan dan permukiman.

Kelembagaan yang membidangi masalah perumahan di daerah ini sulit dibentuk karena masalah pembiayaan. Walaupun kebijakan fiskal yang selama ini menjadi kewenangan daerah. Tetapi pembiayaan untuk sektor perumahan dan permukiman masih sulit terealisasi dalam APBD. Padahal sejatinya dengan desentralisasi fiskal, alokasi anggaran untuk bidang perumahan dan permukiman bisa dianggarkan untuk sepenuhnya kepentingan masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah.

Strategi pendanaan untuk sektor perumahan dan permukiman di Daerah bisa diupayakan dengan dua cara intensifikasi dan ekstensifikasi, yaitu :

1. Intensifikasi perolehan pendapatan daerah dimaksudkan untuk mengfektifkan
pendapatan melalui optimalisasi pendapatan rutin daerah seperti; dari sektor
perpajakan, Retribusi Daerah, pendapatan Perusahaan Daerah dan penerimaan lain.

Adapun syarat-syarat untuk mengefektifkan hal tersebut antara lain:
a. Meningkatkan kapasitas Aparat Daerah dalam hal pemungutan pajak dan
pengelolaannya.

b. Mematuhi peraturan perundang-undangan dan tertib administrasi. Agar tidak ada
pungutan dan tindak korupsi.

2. Ekstensifikasi merupakan aktivitas mendapatkan sumber-sumber pendapatan daerah
dari pihak eksternal. Strategi fund rising ini dimungkinkan dengan pihak swasta
yang memiliki komitmen terhadap pengembangan bidang perumahan rakyat. Strategi
ekstensifikasi tersebut bisa dilakukan dengan cara :

a. Membangun kemitraan dengan pihak investor untuk membantu pembangunan sektor
perumahan dan permukiman di daerah

b. Mempermudah perijinan dan memberikan jaminan kemudahan berinvestasi di bidang
perumahan dan permukiman

c. Merangkul dunia usaha untuk memebangun kerjasama saling menguntungkan.
Penggalian sumber-sumber pembiayaan untuk penyelenggaraan perumahan dan
permukiman di daerah harus memiliki legitimasi hukum dari Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) melalui Peraturan Daerah (Perda). Selain itu harus ada political
will dari Kepala Daerah untuk memasukkan sektor perumahan ke dalam Pagu Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Pada prisipnya strategi pembiayaan tersebut akan berhasil, apabila dalam prosesnya mengacu pada prinsip-prinsip good goverment dan good governance . Juga perlu ada pengembangan organisasi sektor perumahan dan permukiman di daerah, baik dari segi prosedur, sistem, dan sarana prasarana yang memadai bagi berhasilnya penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang efektif.

Terimakasih,

proilham@gmail.com