Nov 25, 2008

Obamanomic!

Oleh : Ilham M. WIjaya, SE

Warga Amerika Serikat (AS) akan menguji ketangguhan Barack Obama Presiden AS terpilih dalam menyelesaikan masalah ekonomi dalam negeri yang sedang mengalami krisis finansial. Walaupun AS termasuk Negara yang memiliki cadangan devisa tinggi. Namun negara ini juga dililit utang dalam negeri cukup besar yang ditimbulkan oleh utang konsumtif kartu kredit warganya dan utang kreditor perusahaan-perusahaan finansial. Jika ini tidak dibenahi dengan cermat, imbasnya akan terjadi pada tatanan ekonomi global.

Seperti kita ketahui Obama memiliki oreintasi ekonomi berbeda dengan pendahulunya. Dalam kampanyenya Obama sering mengatakan bahwa ada kesalahan fatal yang dilakukan pemerintah George W. Bush terkait dengan sistem ekonomi yang dianut tidak memperhatikan kondisi riil masyarakat AS. Disaat pendapatan perkapita tinggi namun disisi lain pengangguran di AS terus membludak, ditambah defisit anggaran hingga mencapai 500 juta dollar AS akibat subsidi perang Irak menambah kehancuran ekonomi AS.

Untuk itu Obama bersama timnya berencana menerapkan pajak progresif untuk menstimulus perekonomian dalam negeri. Pajak progresif ini bertujuan untuk memberikan keadilan bagi masyarakat AS yang berpenghasilan rendah. Bagi masyarakat AS yang berpenghasilan tinggi (pendapatan diatas 250.000 dollar AS) akan dikenai pajak yang juga tinggi. Cara ini memang efektif, karena akan banyak dana bergerak secara dinamis sehingga meningkatkan konsumsi masyarakat (consumption demand).

Disisi lain penerapan pajak progresif ini harus diikuti dengan persiapan kabinet Obama untuk memberikan insentif dan fasilitas regulasi yang memadai terkait aktivitas ekonomi masyarakat menengah atas ini. Jika tidak kelompok masyarakat kelas atas ini akan mudah mengacaukan kondisi ekonomi dalam negeri.

Di AS jumlah masyarakat kelas menengah-atas berkisar antara 70%-80%, sedangkan masyarakat menengah-bawah sekitar 10%-15%, yang berpenghasilan rendah hanya sekitar 4%-6%. Indikator kelas menengah-atas ditandai dengan pendapatan diatas 10 Juta dollar AS per tahun. Untuk menengah-bawah pendapatannya dibawah 10 juta dollar AS per tahun. Sedangkan masyarakat bawah merupakan kelompok masyarakat yang tidak memiliki akses pekerjaan (pengangguran,red), akses perumahan (housing rental,red) dan akses kesehatan (mendapat jaminan Negara). Padahal pendapatan perkapita AS merupakan terbesar di dunia yaitu mencapai 28 persen.

Krisis finansial yang melanda AS saat ini akan menjadi pekerjaan terberat Obama dalam menyelesaikannya. Tetapi masalah ini akan cepat pulih jika obama melakukan beberapa pendekatan diantaranya ; melakukan resrukturisasi sistem finansial AS dengan proteksi ala Keynesian tetapi tetap memberikan peluang pasar berjalan sebagaimana mestinya. Kemudian juga Obama perlu meninjau ulang defisit anggaran akibat perang Irak yang nilainya cukup besar, jika subsidi perang itu dialihkan pada sektor riil maka pertumbuhan ekonomi AS akan cepat pulih. Sekarang ini tinggal bagaimana political will Obama terutama menyangkut kebijakan pasar dan politik luar negeri bisa disesuaikan dengan prioritas kepentingan masyarakat AS.

Melihat sepak terjang Obama selama masa kampanye terdahulu, sikap dan pendekatan persuatif untuk menyelesaikan masalah ekonomi dan politik luar negeri memberikan harapan baru bagi masyarakat AS. Obamanomic merupakan pendekatan ekonomi baru yang akan diterapkan di AS. Selama ini ekonomi AS berkiblat sepenuhnya pada free market. Di era Obamanomic kemungkinan akan terjadi proteksi yang menjaga kondisi ekonomi masyarakat kelompok menengah bawah, hal ini lazim disebut sebagai kapitalistik laisse faire.

Pendekatan Obamanomic dalam menyelesaikan urusan ekonomi domestik AS memiliki arti penting bagi keberlangsungan tata ekonomi Dunia. Karena harapan lahirnya tata ekonomi dunia yang lebih humanis bisa dimulai dari perubahan mendasar tata ekonomi AS.

Dengan pengalaman dan secara sosiologis memiliki garis keturunan dengan orang-orang yang berasal dari Kenya maupun Indonesia. Obama diharapkan memiliki sense of crisis terhadap persoalan negara berkembang. Kerjasama-kerjsama international yang selama ini merugikan posisi Negara berkembang, seperti; Kebijakan free trade melalui WTO, kebijakan utang luar negeri yang menjerat (debt trap) melalui World Bank, IMF, ADB, IADB, dll. Pada era Obamanomic ini, AS diharapkan mampu merubah haluan ekonomi dan dapat mendorong Negara-negara maju untuk memberikan kesempatan pada Negara berkembang untuk berbenah menyiapkan infrastruktur dan sistem ekonomi dalam negerinya. Agar dalam proses kerjasama tersebut tidak ada eksploitasi Negara maju yang merugikan Negara berkembang.

Untuk itu semua Negara di Dunia menanti komitmen Obama untuk bersikap lebih baik dari kebijakan presiden sebelumnya. Agar slogan ”We Change Believe In” tidak hanya sekedar kata-kata mati tetapi mampu membangkitkan harapan baru bagi masyarakat AS dan International.

Jakarta, 25 November 2008

Oct 28, 2008

Menyiapkan Kaum Muda Enterpreneurship

Oleh : Ilham M. Wijaya, SE

Tidak banyak anak muda yang berhasil seperti Elang Gumilang (23) di usianya yang masih relatif muda telah berhasil menjadi pengembang perumahan dengan omzet hingga 17 Milyar. Angka yang sangat fantastis untuk anak seusia Elang.

Di negeri ini kaum muda yang mampu mengembangkan diri dalam hal wirausaha sangat minim sekali. Jikalau diantara sepuluh orang anak muda Indonesia diberi bantuan dana 10 juta, maka pada saat yang sama mereka akan kebingungan untuk menggunakan uang tersebut hingga berhasil guna.

Lemahnya visi kewirausahaan kaum muda ini harus dijawab oleh sistem pendidikan nasional. Kaum muda yang tidak memiliki jiwa enterpreneurship akan sulit bersaing di era globalisasi. Memang tidak harus semua anak muda Indonesia diarahkan untuk menjadi pelaku wirausaha. Tetapi minimal semangatnya dimiliki semua orang. Agar bangsa ini kedepan bisa menghasilkan karya-karya besar hasil dari kaum mudanya.

Konteks wirausaha ini sebetulnya bukan semata-mata berbisnis dan seringkali diasosiasiakan seperti pedagang. Wirausaha yang dimaksud adalah sikap mental yang mampu membaca peluang dan bisa memanfaatkan peluang itu hingga bernilai bisnis. Sekarang ini banyak kaum muda yang bermental menjadi pekerja. Jarang sekali diantara mereka yang memiliki visi untuk mempekerjakan orang lain.

Visi kewirausahaan perlu ditularkan oleh orang-orang yang sudah berhasil di dunia bisnis. Hal ini penting untuk memompa semangat kaum muda, agar bisa mengembangkan dirinya. Seperti yang dilakukan oleh begawan properti Indonesia Ciputra. Dengan mendirikan sekolah enterpreneurship. Bagi Ciputra enterpreneurship adalah tonggak sebuah bangsa.

Jika kaum muda di suatu bangsa tidak memiliki visi kewirausahaan, bangsa tersebut akan menjadi pasar yang potensial bagi korporasi multinasional. Kekayaan alam akan habis dieksploitasi bangsa lain, sementara anak bangsa sendiri cukup puas menjadi konsumen aktif karya bangsa lain.

Kompetisi
Pada tahun-tahun mendatang persaingan sumber daya manusia akan terjadi sangat ketat. Apalagi dunia sekarang ini sangat terbuka, perdagangan bebas dan masuknya korporasi multinasional kedalam negeri perlu diimbangi dengan penyiapan sumber daya manusia yang mampu bersaing dengan negara lain.

Penyiapan itu dimulai dengan memberikan pendidikan dini terhadap generasi muda tentang wirausaha. Agar dikemudian hari lahir pelaku-pelaku usaha baru yang mampu mengembangkan potensi yang ada. Sehingga dapat memiliki multi player effect terhadap penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan.

Usaha-usaha baru yang dirintis kaum muda biasanya berdasarkan pada minat dan hobby. Seperti pendirian Toko Distro dan pembuatan Kaos Oblong merupakan cerminan kreatifitas kaum muda. Hal ini tidak menjadi masalah, karena model wirausaha seperti ini yang akan menjadi modal awal menuju usaha dalam skala besar dikemudian hari. Apalagi kalau ditata dengan baik dan tetap konsisten dengan wirausaha berbasis minat dan hobby tersebut, peluang menjadi besar tetap terbuka.

Namun persaingan dengan dunia luar tetap akan terjadi. Permodalan yang minim biasanya menjadi kendala utama untuk melanjutkan ekspansi usaha. Seringkali disaat sulit tersebut, banyak yang terjerembab dalam kebangkrutan. Untuk mengatasi kondisi tersebut, peran pemerintah sangat penting guna memproteksi usaha-usaha kaum muda agar tidak mudah rapuh diterjang kompetisi pasar yang tidak sehat. Lain soal kalau usaha-usaha tersebut sudah berskala besar, daya tahannya akan lebih kuat.

Menyiapkan kaum muda yang memiliki jiwa enterpreneurhip merupakan langkah strategis untuk menyongsong perubahan zaman yang berubah cepat. Di Negara Maju seperti Amerika Serikat jumlah wirausahawan mencapai 11,5 persen dari total penduduknya, Singapura memiliki 7,2 persen wirausahawan dari total penduduknya. Adapun Indonesia hanya memiliki wirausahawan 0,18 persen dari total penduduk. Padahal jumlah penduduk Indonesia sudah diatas 220 juta, idealnya memiliki wirausaha sebanyak 5 persen dari total penduduknya agar bisa maju.

Sebagai langkah awal yang bisa dilakukan Pemerintah untuk membangun visi kewirausahaan kaum muda dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan baik formal maupun informal. Pemerintah perlu memikirkan kurikulum yang berbasis wirausaha. Pengembangan pendidikan diarahkan menuju kemampuan memiliki life skill. Sedangkan untuk pendidikan informal, perlu digagas pelatihan-pelatihan wirausahawan muda yang lebih adaptif dan sesuai minat kaum muda.

Selain itu perlu adanya kontribusi Pemerintah dalam hal memfasilitasi pembentukan pusat-pusat pendidikan inkubasi kewirausahaan yang akan menjadi jembatan antara user dan produsen. Selama ini kelemahan wirausaha sering terkendala masalah akses jaringan pemasaran dan permodalan.

Peran pemerintah dalam hal permodalan juga dirasa sangat penting, guna mendorong wirausaha kaum muda dapat berkembang. Dalam hal ini dunia Perbankan diharapkan mampu memfasilitasi wirausaha kaum muda agar bisa menjadi stimulus bagi perkembangan usahanya.

Namun demikian, Untuk menjadikan kaum muda bervisi wirausahawan memerlukan waktu dan proses yang panjang. Dalam prosesnya harus selalu diiringi dengan kerja keras dan semangat pantang menyerah. Agar pengembangan kewirausahaan ini bukan hanya beroreintasi hasil melainkan proses yang bernilai bagi pelakunya.

Nb: Tulisan ini dimuat di harian Bisnis Indonesia, 27 Oktober 2008

Jakarta, 22 Oktober 2008

Terimakasih,

Ilham M. Wijaya, SE
proilham@gmail.com

Oct 20, 2008

While Financial Crisis Risking The Property Indonesia

Ole: Ilham M. Wijaya, SE

Walaupun krisis keuangan di Amerika Serikat (AS) sudah di bailout oleh Kongres AS. Namun perkembangan ekonomi dunia masih dibayang-bayangi hantu resesi. Krisis keuangan AS dan global ini diperkirakan mirip dengan depresi besar ekonomi AS di tahun 1930-an. Kekacauan di Bursa Saham, Lembaga Keuangan, kekacauan penyaluran kredit dan gejolak investasi portofolio (saham, obligasi dan surat utang lainnya). Melonjaknya harga minyak mentah dunia dan tidak stabilnya harga komoditas yang dipicu secara sistematis oleh tekanan nilai mata uang Euro terhadap Dollar AS.

Secara nasional akibat dari resesi ekonomi AS tersebut sangat nampak terjadi. Ditandai dengan suspend-nya Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga penutupan terakhir IHSG pada level 1.451 point (08/10). Hampir semua harga saham rontok melebihi 10 %. Walaupun investor yang memiliki saham di BEI berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sekitar 64 % pada Juni 2007 adalah asing. Tetapi dampak ekonomi negatif akan terasa apabila para investor tersebut mengalihkan dananya ke Bursa di tempat lain.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semula relatif menguat, namun dengan kondisi kepanikan keuangan global. Rupiah kemungkinan akan terpengaruh sentimen negarif dan bisa terdepresiasi hingga diatas 3 persen. Dalam perdagangan kemarin (20/10), kurs rupiah ditutup di level Rp 9.455 per Dollar AS. Dengan masuknya hot money kedalam negeri struktur fundamental ekonomi akan bisa rapuh dan krisis keuangan dalam negeri bisa terjadi.

Angka inflasi pada Januari-September tahun 2008 lebih tinggi dari yang diperkirakan pemerintah yaitu mencapai 10,47 persen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi direvisi menjadi 6%. BI rate dinaikkan menjadi 9,5 %. Langkah-langkah antisipasi terhadap krisis keuangan di AS tersebut tentunya memiliki dampak yang berarti bagi dunia usaha di Indonesia termasuk dunia properti yang akan mengalami penurunan pembayaran kredit bermasalah (non performing loan/NPL) di BI.

Kepanikan terhadap volatilitas keuangan global akibat krisis ekonomi AS bermula dari krisis perumahan di AS dipicu oleh macetnya kredit dari para debitor dengan profil gagal bayar tinggi (subprime mortgage). Kredit ini ditandai dengan pengenaan suku bunga yang lebih tinggi dari normal dan penyalurannya cenderung kurang hati-hati. Keuangan si peminjam tidak dianalisis secara saksama.

Macetnya kredit membuat harga surat utang berbasis subprime mortgage yang nilainya sudah berlipat-lipat jatuh drastis. Akibatnya, puluhan bank penyalur kredit maupun perusahaan investasi yang memegang surat utang berbasis subprime mortgage pun merugi. Setelah Bear Stearns, Northern Rock, Fannie Mae, Citigroup dan Freddie Mac, kini giliran Lehman Brother mengalami kebangkrutan.

Kondisi ini bisa juga akan terjadi di Indonesia. Jika kondisi properti di Indonesia mengalami goncangan. Untuk tahap awal goncangan itu sudah dipicu dengan ditandai oleh naikknya BI rate. Ketika kredit kontruksi dan kredit properti yang berbunga tinggi maka tingkat pengembalian dari debitur akan mengalami gangguan. Apalagi ditambah dengan kondisi daya beli masyarakat yang menurun hingga bisa menyebabkan macetnya pembayaran kredit perumahan baik RSh maupun real estate. Maka kemungkinan krisis ekonomi di Indonesia akan terjadi mirip tahun 1997-1998.

Pertumbuhan sektor properti akan menjadi stimulan bagi perekonomian nasional. Karena pertumbuhan sektor properti terkait erat dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Selain itu, perkembangan sektor properti menimbulkan efek berantai bagi pertumbuhan sektor industri lainnya dan penyerapan tenaga kerja.

Jika kondisi sektor properti mengalami ’crash’ maka dikhawatirkan pasar properti akan mengalami kerugian besar. Dampak selanjutnya perekonomian akan ikut kolaps, dan sulit sekali untuk membangun kembali sektor properti yang lebih stabil.

Dalam menyikapi economic risking the world ini tentunya peran pemerintah sangat dinantikan pelaku bisnis properti. Mempermudah melakukan perijinan, penyediaan lahan dan membuka akses terhadap pengadaan material murah bisa diupayakan pemerintah. Selain harus berusaha menekan BI rate agar bisa dipastikan tidak kembali mengalami kenaikan.

Dari segi kredit perumahan dalam negeri, untuk melindungi konsumen yang memiliki tunggakan kepada Bank dengan bunga tinggi akibat kenaikan BI rate sekarang ini. Pemerintah seharusnya bisa membuat klasifikasi pembagian segmentasi kelas masyarakat yang bisa dilindungi dengan menerapkan kredit tetap selama beberapa tahun ketika krisis ini. Tentunya kredit RSh harus didahulukan agar beban masyarakat tidak terlalu berat.

Ancaman gejolak ekonomi dunia yang sebagian orang mengatakan sangat menakutkan. Tidak akan terjadi kepada bangsa ini apabila setiap kebijakan bertumpu pada itikad baik membangun kemandirian bangsa dan semua pihak bisa saling percaya untuk sama-sama mengoptimalkan setiap potensi yang ada di negeri ini.


Jakarta, 20 Oktober 2008

Terimakasih,


Ilham M. Wijaya
proilham@gmail.com

Nb: Mohon masukan kalau ada yang kurang, silahkan via Japri

Oct 9, 2008

Zakat dan Kepemilikan Properti

Oleh Ilham M. Wijaya, SE

Setelah Ramadhan umat muslim sudah merayakan hari raya Idul Fitri 1429 H. Dalam Islam sebagai ibadah pamungkas di bulan ramadhan diwajibkan membayar zakat fitrah atau menyisihkan sebagian hartanya untuk kepentingan orang-orang yang telah ditentukan dalam kitab suci Alqur’an yaitu orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan (Al Qur’an 09;60).

Kewajiban membayar zakat ini, sebetulnya bukan hanya diperintahkan ketika bulan Ramadhan saja, melainkan setiap umat muslim apabila mendapat rejeki baik itu hasil dari perniagaan, hadiah, gaji dan pekerjaan yang mendapatkan keuntungan. Semuanya wajib disisihkan untuk dizakatkan. Begitu juga dengan kepemilikan produk properti baik sewa maupun jual, apabila ada hasil dari proses rental atau sale, maka nilai keseluruhan yang didapat wajib disisihkan sebanyak 2,5 %.

Bagi sebagian orang pelaku bisnis properti, mengeluarkan 2,5 % dari hasil keuntungan yang diperoleh memang relatif besar. Karena biasanya dalam proses transaksi properti terdapat pihak ketiga yaitu broker yang memfasilitas proses transaksi. Pihak ketiga tersebut biasanya ada yang mematok keuntungan hingga 10 % dari harga yang ditetapkan ada juga yang hanya 1 %. Dengan adanya kewajiban zakat maka pebisnis properti harus membayar ganda.

Namun jika mendalami perintah zakat yang diperintah Allah SWT, maka pemberian zakat 2,5 % itu sebetulnya tidak terlalu besar. Karena nilai investasi yang paling besar pada setiap diri seorang muslim yaitu investasi akhirat. Sehingga apabila pembayaran zakat hanya menggunakan standar minimal. Maka pengembalian dari Allah SWT juga akan minimal. Keyakinan inilah yang harus terus dipelihara dan ditumbuhkan agar setiap aktivitas mempunyai nilai ibadah.

Urgensitas zakat dalam Islam sangat penting yaitu untuk menumbuhkan semangat solidaritas antar sesama dan menjadikan harta yang dimiliki menjadi lebih bermakna. Perintah zakat ini selalu beriringan dengan perintah sholat. Artinya apabila umat muslim hanya sekedar sholat tetapi tidak pernah berzakat maka nilai ibadahnya menjadi tidak sempurna.

Disaat negeri ini semakin terpuruk karena kondisi perekonomian masyarakat yang tertekan akibat kenaikan harga BBM dan komoditas, maka pembagian zakat apabila dikelola dengan baik akan menstimulir pertumbuhan ekonomi terutama para pelaku usaha di sector riil dan meminimalisir kemiskinan.

Kemiskinan menjadi masalah serius yang tidak bisa lagi dibiarkan oleh Pemerintah. Jika melihat tragedi pembagian zakat di Pasuruan yang telah menewaskan 21 orang. Maka potret kaum miskin tersebut menjadi cambuk bagi semua pihak untuk segera membangun rasa solidaritas sosial. Agar kesenjangan social akan terkikis oleh sikap kedermawanan.

Bagi pelaku bisnis property yang notabenenya adalah masyarakat kelas menengah-atas memiliki tanggung jawab yang sama untuk membantu para kaum miskin tersebut. Bisnis property merupakan bisnis yang memiliki profit margin besar. Karena bisni property memiliki keamanan investasi dan bersifat jangka panjang. Tak heran jika banyak kalangan manajemen investasi yang menganjurkan untuk berinvestasi di sector property kepada kliennya apabila kondisi sektor financial sedang mengalami gejolak seperti sekarang ini.

Keuntungan dari kepemilikan property terutama didapat dari nilai rental yang terus naik setiap waktu, sedangkan asset tetap dimiliki oleh owner. Selain itu dari segi produk property jual, harga jual suatu produk property tidak akan mengalami penurunan siginifikan, apabila faktor-faktor kesesuaian harga dan produk properti tersebut terpenuhi. Lokasi strategis, legalisasi hokum jelas, kontur tanah baik merupakan prasyarat utama untuk berinvestasi di sektor property.

Pesan zakat yang terdalam akan dapat dirasakan apabila proses internalisasi terutama menyangkut nikmat yang diberikan Allah SWT kepada manusia baik kesehatan, harta dan lainnya dapat direnungkan, hingga menemukan ketentraman jiwa. Siapapun orangnya dan profesinya, baik itu pelaku bisnis property maupun sektor bisnis lain, apabila mempunyai sikap kedermawanan dengan mengeluarkan zakat, maka harta yang dikeluarkannya akan bernilai ganda di kemudian hari. Semoga.

Terimkasih,


Jakarta, 8 Oktober 2008

Nb: Mohonmaaf tulisannya telat naik, kalau ada yang erlu didiskusikan saya senang sekali berkorespondensi.

Aug 29, 2008

Land Banking Untuk Kepentingan Sosial

Oleh : Ilham M. Wijaya, SE

Sulitnya lahan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan rusunami menjadi masalah utama keterlambatan pembangunan 1000 menara rusun. Harga tanah yang seringkali melonjak tidak terkendali dan luas lahan yang kurang mencukupi menjadi alasan mengapa para pengembang mengurungkan niatnya untuk membantu mengakselerasi program pemerintah ini.

Program 1000 menara rusun bukan pertama kali yang tersendat prosesnya karena masalah ketersediaan lahan. Program penyediaan perumahan rakyat pada era orde baru juga mengalami hal yang sama. Alasannya tanah dimiliki segelintir orang dan banyak spekulan yang memainkan harga.

Sejatinya masalah ketersediaan lahan ini tidak akan terjadi. Apabila pemerintah mempunyai sistem perencanaan tata ruang dan manajemen lahan yang lebih terencana. Sehingga setiap program-program pembangunan dapat terealisasi tanpa harus merugikan pihak lain seperti harus dengan melakukan penggusuran secara paksa atau dengan menggunakan perubahan peruntukkan secara mendadak.

Ketersediaan lahan ini penting karena pembangunan akan terus bergerak dinamis. Tanpa adanya land banking pemerintah akan kesulitan memperoleh tanah dengan harga yang wajar untuk berbagai keperluan pembangunan.

Mengenai land banking sendiri bisa diklasifikasikan menjadi dua yaitu ; land banking sebagai sebuah lembaga, dan land banking sebagai mekanisme mengumpulkan lahan yang tidak dimanfaatkan oleh semua pihak baik pemerintah/ BUMN atau swasta.

Perbedaan mendasar dari dua konsep land banking itu adalah terkait dengan pelaksanaan mekanisme land banking yang dilakukan secara komprehensif atau hanya sebatas sektoral. Apabila mekanisme land banking dilembagakan. Maka konsepnya akan mengarah kepada manajemen aset negara secara komprehensif yang mensyaratkan adanya beberapa aktivitas diantaranya; melakukan inventarisir aset/lahan, mendokumentasikan dalam sistem informasi pertanahan, melakukan manajerisasi pertanahan dan terakhir melakukan distribusi yang merata sesuai kebutuhan pembangunan untuk kepentingan sosial dan komersial.

Dari segi kelembagaan implementasi land banking akan banyak menghadapi tantangan karena pihak-pihak yang menguasai tanah akan terusik. Ketika pemerintah melakukan inventarisir aset, bisa jadi banyak lahan yang dikuasai segelintir orang. Biasanya pihak –pihak yang memiliki tanah adalah kalangan pejabat dan konglomerat atas yang sulit dijangkau oleh hukum. Dengan segala cara mereka akan menentang implementasi land banking. Untuk menangani masalah ini jelas pemerintah perlu tegas menindak siapapun yang menguasai aset negara tanpa ijin.

Selain itu, untuk menjadikan mekanisme land banking sebagai sebuah lembaga.
Pemerintah harus menyiapkan stock capital yang cukup besar. Karena pemerintah akan membeli tanah yang dikuasai oleh perorangan atau perusahaan untuk dijadikan land banking.

Namun bukan tidak mungkin lembaga bank tanah bisa dibentuk oleh pemerintah. Karena lembaga ini merupakan salah satu solusi untuk menyelamatkan aset negara berupa tanah. Mengenai stock capital yang terbatas, pemerintah bisa melakukan ineventarisir aset yang tersebar di beberapa pihak diantaranya ; aset tanah eks BPPN, aset-aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN), aset Pemda, aset departemen, lembaga/non departemen, non lembaga pemerintah, aset milik swasta dan konglomerat yang berlebih dan aset lainnya yang dapat dikuasai land banking. Dalam pelaksanaannya pemerintah harus berani membuat peraturan untuk membentuk land banking agar lahan-lahan yang terlantar bisa diakuisisi untuk kepentingan umum.

Untuk saat ini mekanisme land banking secara sektoral lebih mungkin dilakukan dari pada dilakukan secara kelembagaan. Yang dimaksud sektoral adalah pelibatan BUMN yang memiliki lahan di berbagai daerah perkotaan bisa menjadi pemasok kebutuhan lahan untuk pembangunan rusunami. BUMN tersebut seperti; PT. Pertamina, PT. Bulog, PT. Telkom, PT. KA, PT. PLN dll.

Selama ini BUMN seringkali lebih tertarik melakukan kerjasama optimalisasi aset dengan dibangunkan produk property kelas atas yang lebih menguntungkan secara ekonomi. Pelibatan BUMN dalam program 1000 menara rusun ini, sebetulnya tidak akan merugikan BUMN bersangkutan. Apabila kerjasama bisnis ini diformulasikan sedemikian rupa, agar kedua belah pihak diuntungkan.

Mekanisme land banking di BUMN merupakan mekanisme penyediaan lahan jangka panjang terkait dengan pembangunan untuk kepentingan umum. Dalam konteks ini juga memungkinkan pemerintah secara lebih mudah mengatur pola pembangunan wilayah bersangkutan agar lebih sejalan dengan sasaran perencanaan tata ruang secara keseluruhan.

Distribusi tanah yang adil dan kejelasan mengenai status lahan untuk kepentingan umum dalam land banking, juga dapat memudahkan kalangan investor untuk membantu pemerintah merealisasikan program-program pelayanan fasilitas publik. Kalangan investor akan merasa aman berinvestasi karena data aset berupa luas tanah, lokasi, maupun status hukumnya sudah jelas dilindungi land banking pemerintah.

Dengan adanya land banking, harga pasar tanah bisa dikontrol, spekulasi tanah bisa dicegah, dan pemerintah sendiri bisa mengambil sebagian keuntungan dari peningkatan nilai tanah sehingga pembangunan dengan mekanisme land banking bisa dioreintasikan untuk kepentingan sosial.

Jakarta, 29 Agustus 2008

Terimakasih,



Ilham M. Wijaya
proilham@gmail.com

Catatan: Bagi rekan yang ingin mengomentari silahkan via japri or langsung di kolom comment.

Aug 14, 2008

Menpera Korban Program 1000 Menara Rusun

Oleh : Ilham M. Wijaya, SE

Beberapa waktu lalu Wakil Presiden (Wapres) kembali menegur Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) karena dianggap lamban dalam menyelesaikan program pembangunan 1000 menara rusun. Teguran Wapres kepada Menpera memang bisa diartikan beragam, bisa dari segi politik ataupun bisnis. Terlepas dari itu semua, masalah ini perlu diungkap secara lengkap ke publik terkait kondisi penyediaan perumahan untuk rakyat khususnya dalam program pembangunan 1000 menara rusuna.

Ide program pembangunan 1000 menara rusuna di seluruh Indonesia berawal keinginan pemerintah menata ruang pemukiman kota-kota besar di Indonesia khususnya di Jakarta. Seiring semakin meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan tempat tinggal diperkotaan cukup tinggi. Pembangunan hunian vertikal ini adalah solusi yang realistis untuk mengatasi masalah pemukiman penduduk di perkotaan. Mengingat luas lahan di perkotaan sangat terbatas sedangkan jumlah penduduk terus bertambah.

Namun kebijakan program ini tidak lebih hanya sebatas ide, sedangkan dalam pelaksanaan jauh dari harapan. Mengapa demikian, karena dari program ini terlihat sekali, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak menyentuh subtansi masalah, sedangkan pihak yang bertanggungjawab sengaja dikorbankan untuk di jadikan ‘kambing hitam’ kegagalan program ini.

Kalau kita kaji dari beberapa produk hukum terkait program pembangunan rusuna, mulai dari Kepres Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2007 tentang Tim Kordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun Di Kawasan Perkotaan. Peraturan Menko Ekonomi tentang tim pelaksana, yang dikordinatori oleh Menpera. Peraturan Menteri Perumahan Umum tentang Pedoman teknis pembangunan rusuna, Peraturan Menteri Keuangan tentang penetapan harga maksimal dan ukuran serta pembebasan pajak jasa konstruksi. Peraturan Menteri Perumahan Rakyat tentang subsidi selisih bungan KPR. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 2007 tentang kordinasi daerah khususnya kota-kota padat untuk pembangunan Rusunami. Peraturan Gubernur Nomor 136 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Rusuna. Maka didapatkan bahwa semua kebijakan tersebut masih bias, tidak ada yang menjelaskan aturan teknis mengenai penyediaan tanah untuk rusuna. Ada kesan Presiden dan Menteri saling ‘lempar handuk’. Padahal peraturan yang dibutuhkan untuk mempercepat program rusuna itu adalah penerbitan peraturan yang langsung dari Presiden terkait kejelasan mengenai penyediaan tanah untuk pembangunan rusuna.

Mengapa hal ini penting, karena bagaimanapun program pembangunan rusuna oleh pemerintah akan terkait penyediaan tanah. Begitu juga para pengembang, akan sulit mendapatkan lahan yang bagus apabila pemerintah tidak mempunyai kebijakan dalam masalah ini. Selain itu legitimasi tim percepatan yang tidak diikuti dengan konsep tata laksana teknis akan sulit bergerak. Karena setiap departemen mempunyai otritas sendiri, yang tidak bisa dilewati tanpa kekuatan dari Peraturan Presiden.

Selain masalah penyediaan tanah untuk pembangunan rusuna, masalah yang tidak kalah penting adalah mengenai harga tanah untuk rusuna. Pengembang akan sulit mengembangkan rusuna di lokasi terbaik, karena harga tanah di Jakarta sangat tinggi. Sedangkan harga jual maksimal unit rusuna sudah ditentukan pemerintah sebesar Rp144 juta, maka pengembang maksimal mendapatkan tanah dengan harga Rp 1 juta per meter persegi agar profit margin-nya tetap rasional. Subsidi harga tanah sebetulnya dimungkinkan untuk mengatasi masalah ini. Tetapi perlu ada kejelasan mengenai mekanismenya.

Disisi lain pengembang dihadapkan pada cost untuk perpanjangan status tanah apabila itu milik pemerintah seperti; Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Di Jakarta misalnya, para pengembang sulit membangun produk properti karena biaya perpanjangan status tanah sangat tinggi. Apalagi ada masalah untuk lokasi tanah yang berstatus HPL, biasanya sulit diterima pasar karena image kepemilikannya terbatas.

Dari segi potensi pasar sebetulnya pembangunan rusuna di Jakarta disambut positif oleh masyarakat, berdasarkan survey yang dilakukan Property Research Institutes (PRI) terbukti dari beberapa proyek rusunami yang baru launching pada akhir tahun 2007 selama 3 bulan sudah memiliki rata-rata tingkat penjualan hingga 90 %. Seperti; di rusunami Menara Cawang di Cililitan, rusunami City Park di Cengkareng, rusunami Sunway di TMII dan rusunami Gading Nias di Kelapa Gading. Jadi prospek bisnis rusuna di Jakarta sangat menjanjikan.

Berbeda halnya dengan kondisi proyek rusuna di Kemayoran, dengan harga tanah yang tinggi sekitar Rp 4 juta per meter persegi. Maka tak heran kalau proyek rusuna di Kemayoran terlambat, karena tidak ada investor yang mau berinvestasi untuk rusuna ini. Selain proyeknya tidak menguntungkan, status tanah di Kemayoran juga masih berupa HPL. Kondisi ini sulit bagi pengembang untuk memasarkan produknya kepada konsumen. Walaupun sebetulnya sama saja, tetapi psikologis kepemilikan bagi konsumen tetap menjadi pertimbangan dalam membeli produk properti

Lain soal kalau pemerintah membebaskan biaya tanah. Sedangkan biaya bangunan diserahkan sepenuhnya kepada pengembang. Sudah bisa dipastikan para investor akan berbondong-bondong menyerbu kawasan Kemayoran untuk mengembangkan beragam produk properti. Karena di Kemayoran lahan yang baru dikembangkan baru di 90,8 hektar dari luas lahan keseluruhan mencapai 454 hektar.

Pembangunan rusuna akan terus terjadi di masa mendatang, karena kota-kota di Indonesia memang sudah membutuhkan hunian vertikal yang mampu menampung masyarakat dalam jumlah besar. Namun secara garis besar konsep integral program rusuna dalam implementasinya masih membutuhkan waktu panjang.

Sehingga masalah lambatnya pembangunan rusuna ini bukan masalah kinerja salah satu Menteri yang ‘kurang strategis’ tetapi karena political will pemerintah dalam hal ini Presiden untuk membuat kebijakan penyediaan hunian layak bagi masyarakat menengah-bawah memang tidak ada. Malah yang terjadi Menpera akan menjadi ’kambing hitam’ kegagalan program ini. Maju kena mundur kena.

Jakarta, 15 Agustus 2008

Terimakasih,



Ilham M. Wijaya
proilham@gmail.com

Jul 7, 2008

Alternatif Pengembangan Sektor Perumahan

Oleh Ilham M. Wijaya, SE

Beberapa waktu lalu pemerintah mengeluarkan kebijakan pembebasan biaya pajak untuk kelas rumah sederhana sehat (RSh). Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 80 Tahun 2008 ini, sedikit banyak memberikan angin segar bagi tumbuhnya sektor perumahan.

Mengapa demikian? Dengan adanya pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN), maka harga jual unit RSh akan menjadi lebih murah. Karena biasanya para pengembang menaikkan harga jual unit RSh akibat pajak yang ditetapkan pemerintah. Dari sisi konsumen pembebasan pajak ini cukup menguntungkan karena konsumen pada segmentasi produk ini daya belinya rendah. Bagi pengembang pembebasan pajak ini diharapkan mampu mendongkrak daya serap penjualan unit RSh.

Namun tidak berarti persoalannya selesai, persoalan di sektor perumahan begitu kompleks terutama menyangkut masalah perijinan dan perpajakan. Sehingga banyak pengembang yang kesulitan melakukan pengembangan perumahan. Misalnya saja untuk mengembangkan perumahan disuatu kawasan pengembang perlu mengeluarkan banyak biaya untuk mengurus perijinan mulai dari perijinan membangun (IMB), legalitas pertanahan di Badan Pertanahan Nasional (BPN), pajak BPHTB, PPN, PPH, sampai perijinan untuk aliran listrik dari PLN, penyediaan Faslitas Umum dan Fasilitas sosial.

Padahal sejatinya penyediaan fasilitas umum dan sosial itu merupakan tanggung jawab pemerintah. Tetapi karena kondisi pemerintah juga tidak memiliki anggaran cukup untuk membangun fasilitas tersebut. Sehingga banyak pengembang berinisiatif menyediakan fasilitas tersebut dengan harapan produk yang dibangun dapat dijual cepat dengan harga tinggi.

Apabila kondisi ini berlarut-larut, maka efeknya akan berpengaruh pada harga jual rumah yang terus akan berada di kisaran tinggi. Sehingga masyarakat berpenghasilan rendah tidak dapat menjangkaunya.

Peran Pemerintah
Melihat kondisi tersebut, pemerintah hendaknya mengambil inisiatif untuk membuat paket kebijakan satu atap terkait pengembangan sektor perumahan rakyat ini. Selama ini birokrasi yang panjang dan berbelit seringkali menyulitkan para pelaku bisnis perumahan. Bisnis perumahan menjadi tidak menarik lagi bagi investor. Karena biaya pengembangan high cost. Sedangkan margin keuntungan yang didapat sangat tipis.

Selain itu, dari segi kelembagaan kebijakan pembangunan perumahan rakyat sekarang ini hanya bertumpu pada Kementerian Negara Perumahan Rakyat. Dimana peran Kementerian Negara sangat terbatas, ia tidak memiliki kebijakan operasional sampai ketingkat daerah.

Idealnya Kementerian yang membidangi perumahan rakyat ini memiliki kewenangan operasional. Berbentuk Departemen Perumahan dan Pemukiman yang memiliki perwakilan didaerah. Dengan struktur seperti itu, kebijakan yang berasal dari pusat bisa langsung diimplementasikan oleh daerah sekaligus juga sebagai strategi pemerintah agar fokus memperhatikan masalah kebutuhan perumahan rakyat.

Kalau saja pemerintah memiliki political will, Kemenpera bisa menggunakan cara-cara lama yang pernah diterapkan pada era orde baru. Dimana Kementrian Perumahan Rakyat memiliki kewenangan operasional sehingga pembangunan perumahan selalu memenuhi target.

Berdasarkan riset lembaga Property Research Institutes (PRI) pada pemerintahan rezim Orde Baru dengan segala kekurangannya, pembangunan RS/ RSS bisa terealisasi sebanyak rata-rata 100.000 unit per tahun. Bahkan selama lima tahun terakhir pemerintahan Orde Baru (1993-1998), pembangunan RS/RSS mencapai angka 680.000 unit. Bahkan pada tahun 1997, saat krisis moneter mulai melanda Indonesia, pembangunan RS/RSS bisa mencapai 188.650 unit.

Sedangkan pada era reformasi munurut survey PRI, pembangunan RSh mengalami pasang surut pada tahun 2002 sebanyak 25.900 unit. Lalu, pada tahun 2003 realisasi pembangunan RSH naik sedikit menjadi 32.500 unit, 2004 turun menjadi 31.125 unit, tahun 2005 naik menjadi 63.714 unit, 2006 mengalami kenaikan menjadi 78.194 unit dan pada tahun 2007 kondisinya lebih baik yaitu sebanyak 122.811 unit.

Fluktuasi tersebut dipengaruhi oleh pola kebijakan subsidi pemerintah terhadap sektor perumahan, selain itu juga dampak dari perekonomian nasional yang belum sepenuhnya membaik. Terlepas dari itu semua masalah utamanya terletak pada kemampuan pemerintah memberikan subsidi kepada sektor perumahan.

Pertanyaannya sekarang, ditengah keterbatasan anggaran dan utang pemerintah yang menumpuk, bagaimana caranya pemerintah tetap memberikan subsidi penyediaan perumahan rakyat kecil? Untuk menjawab hal tersebut, maka ada dua pilihan yang bisa diambil pemerintah, yaitu; pertama, pemerintah melakukan kebijakan pembebasan semua pajak yang memberatkan pengembang untuk membangun perumahan rakyat, sehingga pengembangan perumahan raktyat diberikan kemudahan kepada semua pihak baik swasta, koperasi, maupun badan usaha milik negara (BUMN) dalam hal ini Perum Perumnas yang berperan sebagai agent of development, kedua, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi untuk mengkaver selisih bunga bank dan uang muka pembelian unit RSh. Anggaran subsidi itu diperoleh dari subsidi silang sektor-sektor yang dianggap bukan prioritas.

Dengan adanya instrumen kebijakan seperti itu, diharapkan pembangunan rumah dan produk properti komersial bisa diimbangi dengan bergairahnya pembangunan rumah untuk rakyat berpenghasilan rendah. Namun untuk dapat melaksanakan instrumen kebijakan tersebut, dibutuhkan institusi kelembagaan yang kuat dengan pengambil kebijakan yang profesional.

Jakarta, 8 Juli 2008

Terimakasih

Ilham M. Wijaya
prolham@gmail.com

Jun 2, 2008

Apartemen Bersubsidi (Bukan) Untuk Rakyat

Oleh : Ilham M. Wijaya, SE

Setelah BBM naik kemungkinan besar pasar properti sub produk Apartemen Bersubsidi akan semakin sulit di jangkau masyarakat menengah-bawah. Sejatinya apartemen bersubsidi atau rusunami yang menjadi program pemerintah ini bisa menjadi alternatif pemenuhan kebutuhan papan masyarakat menengah-bawah di perkotaan.

Namun harapan itu semakin jauh, karena kenaikan BBM telah mengurangi daya beli masyarakat. Selain itu dari segi harga jual rusunami dan suku bunga perumahan juga mengalami kenaikan. Apabila kondisi ini berlarut-larut maka sektor properti terutama sub sektor rusunami akan mengalami down effect hingga menuju kehancuran.

Tetapi hal ini tidak akan terjadi kepada para pengembang rusunami yang sudah hampir sold out penjualan unitnya, mereka akan sedikit diuntungkan karena akad kredit konsumen dengan pihak Bank sudah diteken sehingga dana dari Bank bisa dicairkan. Namun bagi para konsumen yang baru membeli unit rusunami yang ditandai dengan perjanjian akad kredit dengan Bank, akan mendapatkan kerugian karena beban cicilan semakin berat dan sulit untuk men-disclaimer perjanjian.

Perkembangan penjualan rusunami diJabodetabek berdasarkan hasil riset Property Research Institutes (PRI) menunjukkan hasil fantastis, rata-rata penjualannya sudah mencapai 90 % dengan waktu sekitar 4 bulan. Diperkirakan dalam 3 bulan kedepan penjualan beberapa proyek rusunami tersebut akan sold out 100%. Seperti ; Gading Nias Residences di Kelapa Gading, Kalimalang Residences di Kalimalang Jakarta Timur, Gateway Apartemen di Ciledug Jakarta Selatan, Menara Kebon Jeruk di Jakarta Barat.

Tingginya penjualan unit rusunami ini diperoleh dari dua pihak yaitu; investor dan end user. Pihak investor dapat diklasifikasikan menjadi investor yang berasal dari pelaku bisnis properti dan investor yang berasal dari keluarga berpenghasilan tinggi. Kedua tipikal investor ini mendominasi pembelian unit rusunami dengan kepentingan menjual atau menyewakan kembali kepada pihak kedua (secondary market).

Sedangkan profil pembeli dari kalangan end user atau pengguna. Berasal dari keluarga dengan tujuan murni untuk di huni, keluarga dengan motif pribadi (misalnya ; untuk transit, bonus, investasi skala kecil, dll). Kalangan executive yang masih single dengan tujuan mensubsitusi biaya kost dengan membeli unit rusunami.

Beberapa profil pembeli tersebut memang sulit diidentifikasi secara riil, karena data penjualan setiap proyek rusunami terbatas. Namun dari hasil analisa Proeprty Research Institutes (PRI) dapat disimpulkan bahwa tingginya penjualan rusunami tersebut berasal dari kalangan investor yang berlatar belakang keluarga berpenghasilan tinggi. Selain itu pembeli dari hasil kerjasama pengembang dengan perusahaan juga menjadi faktor tingginya penjualan rusunami.

Bagaimana dengan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah? Bukankah rusunami yang dijadikan program pemerintah ini ditujukan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah? Memang pembangunan rusunami ini sedari awal sulit sekali untuk bisa dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah melalui Peraturan Menpera No 7 Tahun 2007 tentang subsidi telah mematok gaji yang berhak mendapat subsidi adalah masyarakat yang memiliki gaji maksimal Rp 4,5 juta dan minimal Rp1,5 juta.

Untuk masyarakat yang memiliki gaji Rp1,5 juta diberikan kemudahan untuk membeli unit rusun dengan harga Rp75 juta, sedangkan yang memiliki gaji Rp4,5 juta dapat membeli rusunami dengan harga Rp144 juta. Kebijakan ini selintas memang proporsional. Namun ternyata dilapangan, pengembang mensiasatinya dengan memasang harga unit rusunami Rp144 juta dengan komposisi paling banyak. Sedangkan harga unit rusunami Rp75 juta dipasang sedikit. Siasat ini dipakai untuk menghindari kerugian akibat daya beli masyarakat yang memiliki gaji Rp1,5 juta akan sulit membeli rusunami.

Kritik banyak pihak terhadap masalah penyerapan produk rusunami yang salah sasaran. Sebetulnya masalahnya bukan pada pembeli dari kalangan investor. Tetapi karena besaran subsidi yang ditentukan pemerintah tidak sebanding dengan kondisi penghasilan masyarakat menengah-bawah. Sehingga unit rusunami banyak diserap oleh kalangan investor menengah-atas yang notabenenya kalangan mampu. Seharusnya pemerintah menaikkan besaran subsidi bagi kalangan menengah-bawah dan mengintensifkan pengawasan dilapangan. Agar rusunami yang dijadikan program pemerintah ini bisa benar-benar untuk rakyat. Semoga


Jakarta, 28 Mei 2008

Terimakasih



Ilham M. Wijaya
prolham@gmail.com

* Tulisan ini dimuat di harian Bisnis Indonesia, 31 Mei 2008

May 13, 2008

Era Baru "Property Trust" Di Indonesia

Oleh : Ilham M. Wijaya, SE

Era baru pembentukan Real Estate Investment Trusts (REITs) atau lebih dikenal dengan property trust di Indonesia memasuki babak baru dengan diterbitkannya peraturan Bappepam dan Lembaga Keuangan pada 18 Desember 2007 yang berkaitan dengan Dana Investasi Real Estate dalam bentuk Kontrak Investasi Kolektif (DIRE-KIK).

Sesuai harapan para pelaku bisnis properti di Indonesia, agar ada instrumen pembiayaan dan investasi selain perbankan yang bisa menjadi alternatif pengembangan sektor properti. Maka dengan adanya DIRE-KIK instrumen ini bisa menjadi solusi alternatif.

Namun pembentukan property trust ini di Indonesia masih menyisakan masalah yang cukup pelik yaitu mengenai penetapan pajak ganda REITs. Sehingga dampaknya sampai saat ini penerbitan REITs dalam negeri masih sepi peminat. Kalau masalah pajak ini masih belum bisa teratasi dalam waktu dekat, maka kekhawatirannya para pengembang yang akan menerbitkan REITs memilih beralih ke Singapura, karena disana tidak ada penetapan pajak REITs.

Kendala penetapan pajak ini terjadi karena ada perbedaan interpretasi antara Bapepam, Ditjen Pajak dan DPR mengenai REITs. Silang sengkarut ini memang menjadi penyebab utama. Karena REITs terbilang instrumen yang masih baru. Selain ada anggapan mengenai pajak properti harus dilipat-gandakan karena pelaku bisnis ini adalah high class.

Untuk menyelesaikan masalah ini, sebetulnya bisa dicari jalan keluarnya yaitu dengan mencari nilai investasi yang proporsional sesuai keuntungan yang didapat. Jalan tengah ini bisa direalisasikan seperti terjadi di Malaysia, keuntungan yang diperoleh dari investasi REITs hanya 90 % bisa dinikmati investor sedangkan sisanya menjadi bagian pajak kepada pemerintah. Tetapi jika ingin lebih agresif untuk mengembangkan sektor properti seharusnya pajak REITs dibebaskan, karena akan berdampak positif bagi pertumbuhan sektor properti dan perekonomian nasional.

Keunikan instrumen REITs atau DIRE-KIK ini terletak pada nilai imbal hasil dari properti yang terbilang cukup tinggi dan keamanannya juga relatif terjamin. Selain itu REITs juga bisa menjadi alternatif pengembang untuk melakukan ekspansi usaha. Dengan asset properti yang dimiliki, pelaku bisnis properti bisa me-listing assetnya menjadi REITs pada sebuah institusi trust (sebuah bentuk SPV/special purpose vehicle) yang selanjutnya menerbitkan surat REIT dan dijual di pasar modal. Penjualan surat REITs di pasar modal menjadi keuntungan pemilik asset properti tersebut. Sedangkan investor yang membeli surat REITs tersebut mendapatkan keuntungan dari yield yang diperoleh.

Lantas bagaimana status kepemilikan asset properti yang sudah menjadi REITs? Dengan djadikan REITs maka kepemilikan asset properti masih tetap dimiliki oleh owner yang menerbitkan REITs, namun keuntungan imbal hasil menjadi milik kolektif, inilah keunikan investasi REITs.

Selain itu dari segi pengelolaan REITs sesuai aturan dari Bapepam. Manajer investasi pengelola REITs dilarang berinvestasi ditanah kosong dan produk real estat yang masih dalam tahap pembangunan. Nilai minimalnya 50 % dari nilai aktiva bersih, boleh atau tanpa menggunakan Special Purpose Company (SPC), adanya kewajiban Bank Kustodian untuk menghitung Aktiva bersih DIRE-KIK paling kurang sekali dalam satu bulan. Dengan aturan ini masyarakat diuntungkan karena ada kejelasan kriteria investasi yang aman dan terjamin. Sebaliknya pengembangpun diuntungkan karena akan mendapatkan lebih dari 50% nilai investasi REITs, juga dari kapitalisasi aset milik investor yang terus bertambah seiring perkembangan produk properti yang dikelolanya.

Tantangan REITs

Tantangan REITs di masa-masa mendatang adalah terkait kondisi pertumbuhan sektor properti di Indonesia yang berjalan lamban, karena pertumbuhan sektor riil belum berjalan optimal. Selain itu untuk mendukung pertumbuhan REITs maka perlu ditunjang oleh pengkajian prospek pasar properti Indonesia secara terus menerus dan disosialisasikan kepada masyarakat agar masyarakat tertarik untuk berinvestasi di REITs.

Kondisi pertumbuhan bisnis properti di Indonesia seringkali mengalami pasang surut, terutama ketika terjadi resesi ekonomi dan faktor bencana alam yang tidak bisa diprediksi. Meningkatnya pasokan properti di Indonesia tidak selalu dikuti oleh daya serap pasar yang stabil, terkadang kondisinya malah menurun dan sulit untuk kembali merangkak naik. Hal ini dipengaruhi oleh stabilitas ekonomi dan sosial politik di Indonesia yang tidak pasti.

Tetapi semua kendala itu akan teratasi apabila pemerintah berperan aktif menciptakan kondisi perekonomian yang kondusif bagi investasi. Selama ini perak aktif itu sudah berjalan dengan baik. Hal ini ditandai dengan perkembangan kondisi sektor properti dari tahun ketahun menunjukkan pertumbuhan yang positif. Seperti terlihat dari rasio kredit proeprti bermasalah/NPL di Perbankan terus membaik, begitu juga dengan mulai berkembanganya pembangunan produk properti di Jakarta yang diikuti oleh daya serap pasar yang cukup tinggi. Sub sektor properti yang termasuk tinggi daya serapnya seperti; Sub Sektor Apartemen, Office, Residensial, Retail dan Hotel.

Melihat kondisi pertumbuhan sektor properti tersebut, maka efektifitas REITs akan dapat dirasakan paling tidak setelah 10 tahun kedepan. Karena sektor properti membutuhkan waktu lama untuk upturn hingga mencapai booming, yang ditandai dengan nilai asset yang tinggi, harga seimbang, permintaan tinggi, dan biaya kontruksi rendah.

Terimakasih

Jakarta, 12 Mei 2008

Apr 7, 2008

Kenaikan Harga Rumah, Petaka Bagi Siapa?

Oleh Ilham M. Wijaya,SE


Kenaikan harga rumah sudah pasti akan terjadi pada triwulan I tahun ini, sebagai konsekuensi dari kenaikan bahan bangunan akibat meningkatnya minyak mentah dunia dan kondisi perekonomian global yang tidak menentu.

Namun, kenaikan ini akan menimbulkan banyak pertanyaan bagi kalangan properti dan masyarakat. Bagaimana dampak kenaikan harga rumah bagi pelaku bisnis properti dan masyarakat luas? Karena pasokan perumahan ke depan masih tetap tinggi.

Bagi para pelaku bisnis properti kenaikan ini memang sudah sangat dinantikan, mengingat beban pembangunan semakin tinggi akibat beberapa jenis bahan bangunan ikut naik.

Namun, di sisi lain, harga rumah belum bisa dinaikkan karena belum ada kepastian naik dari pemerintah.

Dengan kondisi seperti ini, keuntungan yang akan diraih akan semakin tipis, apalagi jika ditambah dengan menurunnya permintaan pasar terhadap produk properti yang dibangun. Jadi, para pengembang tersebut akan mengalami kerugian besar.

Sebaliknya bagi masyarakat luas, kenaikan harga rumah semakin mempersulit biaya hidup dan beban berat cicilan per bulan yang harus ditutup dari penghasilan.

Artinya bisa jadi masyarakat akan mengalihkan dananya untuk kebutuhan hidup yang lebih utama seperti kebutuhan pangan sehingga daya beli masyarakat terhadap rumah akan menurun drastis.

Akibat kenaikan harga rumah ini memang tidak bisa digeneralisasi akan membuat sektor perumahan menjadi terpuruk. Hal ini karena kondisi di lapangan seringkali berbeda jauh dengan pengamat properti.

Berdasarkan survei pasar perumahan yang dilakukan Property Research Institute (PRI) pada 2008 di Tangerang, ternyata hasilnya cukup positif.

Respons pasar terhadap produk perumahan yang baru dikembangkan secara kumulatif mencapai 70 %.

Misalnya beberapa proyek baru di kawasan Serpong untuk cluster Sevilla yang merupakan produk BSD City, dari 370 unit yang dipasarkan sejak Januari 2008 telah terjual sekitar 74 unit atau sekitar 37 unit per bulan.

Kemudian Serenade Lakes dari Paramount Serpong memasarkan 430 unit mulai September 2007, hingga Februari 2008 telah terjual 77 unit atau sekitar 15 unit per bulan.

Menengah atas

Namun, dari kondisi tersebut, masih perlu dikaji lebih jauh terutama menyangkut klasifikasi produk properti yang dikembangkan dan segmentasi pasar yang dijadikan sasaran pengembang sebagai captive market potensial.

Dapat dikatakan, penyerapan pasar tersebut masih terbatas pada subsektor perumahan kelas atas real estate yang kisaran harganya Rp500 juta ke atas, yang kemungkinan daya serap pasarnya tidak akan berubah mengingat tingkat pendapatan masyarakat yang berada di kelas ini tidak mengalami perubahan akibat kondisi perekonomian global.

Malah bisa jadi kelompok atas ini akan ketiban rezeki besar dari beragam instrumen investasi yang memanfaatkan kondisi global.

Berbeda halnya dengan kondisi sub sektor perumahan kelas RSH yang mempunyai captive market masyarakat menengah-bawah. Kenaikan harga rumah akan berakibat pada menurunnya daya beli masyarakat.

Pasokan perumahan akan kehilangan pembeli, sehingga bisa terjadi kelebihan pasokan yang sulit untuk pulih, apabila Pemerintah tidak membuat pendekatan kebijakan yang berpihak pada masyarakat bawah.

Dengan demikian, kenaikan harga rumah merupakan petaka bagi masyarakat bawah yang semakin sulit mendapatkan tempat tinggal.

Hal ini juga akan berlaku bagi pengembang perumahan yang masih tahap pemula dengan modal yang pas-pasan, dengan kenaikan harga ini usaha bisnis propertinya terancam gulung tikar.

Pihak yang akan tetap menguasai pasar properti adalah mereka yang mempunyai pengalaman luas dan modal besar, yang selama ini memasok kebutuhan perumahan bagi kalangan atas.

Oleh Ilham M. Wijaya
Direktur Eksekutif Property Research Institute (PRI) Jakarta

Dimuat Harian Bisnis Indonesia edisi 29 Maret 2008

Apr 1, 2008

Mendudukkan Masalah Pembangunan Rusuna

Oleh Ilham M. Wijaya, SE

Tajuk rencana Kompas 17 Maret 2008 sengaja mengupas masalah teguran Wapres terhadap kinerja Menpera terkait keterlambatan program pembangunan rumah susun sederhana (rusuna). Alasanya ingin memberikan pelajaran bagi semua pihak tentang efektifitas dan efisiensi kinerja pemerintahan. Betapun program rusuna yang dibebankan kepada Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) ini merupakan masalah pelik, karena menyangkut kewenangan menyediakan lahan yang dimiliki negara kepada pihak lain untuk program pembangunan rusuna.

Teguran Wapres kepada Menpera memang bisa diartikan beragam, bisa dari segi politik ataupun bisnis. Terlepas dari itu semua, masalah ini perlu diungkap secara lengkap ke publik terkait kondisi penyediaan perumahan untuk rakyat khususnya dalam program pembangunan 1000 menara rusuna.

Ide program pembangunan 1000 menara rusuna di seluruh Indonesia berawal keinginan pemerintah menata ruang pemukiman kota-kota besar di Indonesia khususnya di Jakarta. Seiring semakin meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan tempat tinggal diperkotaan cukup tinggi. Pembangunan hunian vertikal ini adalah solusi yang realistis untuk mengatasi masalah pemukiman penduduk di perkotaan. Mengingat luas lahan di perkotaan sangat terbatas sedangkan jumlah penduduk terus bertambah.

Namun kebijakan program ini tidak lebih hanya sebatas ide, sedangkan dalam pelaksanaan jauh dari harapan. Mengapa demikian, karena dari program ini terlihat sekali, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak menyentuh subtansi masalah, sedangkan pihak yang bertanggungjawab sengaja dikorbankan untuk di jadikan ‘kambing hitam’ kegagalan program ini.

Kalau kita kaji dari beberapa produk hukum terkait program pembangunan rusuna, mulai dari Kepres Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2007 tentang Tim Kordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun Di Kawasan Perkotaan. Peraturan Menko Ekonomi tentang tim pelaksana, yang dikordinatori oleh Menpera. Peraturan Menteri Perumahan Umum tentang Pedoman teknis pembangunan rusuna, Peraturan Menteri Keuangan tentang penetapan harga maksimal dan ukuran serta pembebasan pajak jasa konstruksi. Peraturan Menteri Perumahan Rakyat tentang subsidi selisih bungan KPR. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 2007 tentang kordinasi daerah khususnya kota-kota padat untuk pembangunan Rusunami. Peraturan Gubernur Nomor 136 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Rusuna. Maka didapatkan bahwa semua kebijakan tersebut masih bias, tidak ada yang menjelaskan aturan teknis mengenai penyediaan tanah untuk rusuna. Ada kesan Presiden dan Menteri saling ‘lempar handuk’. Padahal peraturan yang dibutuhkan untuk mempercepat program rusuna itu adalah penerbitan peraturan yang langsung dari Presiden terkait kejelasan mengenai penyediaan tanah untuk pembangunan rusuna.

Mengapa hal ini penting, karena bagaimanapun program pembangunan rusuna oleh pemerintah akan terkait penyediaan tanah. Begitu juga para pengembang, akan sulit mendapatkan lahan yang bagus apabila pemerintah tidak mempunyai kebijakan dalam masalah ini. Selain itu legitimasi tim percepatan yang tidak diikuti dengan konsep tata laksana teknis akan sulit bergerak. Karena setiap departemen mempunyai otritas sendiri, yang tidak bisa dilewati tanpa kekuatan dari Peraturan Presiden.

Selain masalah penyediaan tanah untuk pembangunan rusuna, masalah yang tidak kalah penting adalah mengenai harga tanah untuk rusuna. Pengembang akan sulit mengembangkan rusuna di lokasi terbaik, karena harga tanah di Jakarta sangat tinggi. Sedangkan harga jual maksimal unit rusuna sudah ditentukan pemerintah sebesar Rp144 juta, maka pengembang maksimal mendapatkan tanah dengan harga Rp 1 juta per meter persegi agar profit margin-nya tetap rasional. Subsidi harga tanah sebetulnya dimungkinkan untuk mengatasi masalah ini. Tetapi perlu ada kejelasan mengenai mekanismenya.

Disisi lain pengembang dihadapkan pada cost untuk perpanjangan status tanah apabila itu milik pemerintah seperti; Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Di Jakarta misalnya, para pengembang sulit membangun produk properti karena biaya perpanjangan status tanah sangat tinggi. Apalagi ada masalah untuk lokasi tanah yang berstatus HPL, biasanya sulit diterima pasar karena image kepemilikannya terbatas.

Dari segi potensi pasar sebetulnya pembangunan rusuna di Jakarta disambut positif oleh masyarakat, berdasarkan survey yang dilakukan Property Research Institutes (PRI) terbukti dari beberapa proyek rusunami yang baru launching pada akhir tahun 2007 selama 3 bulan sudah memiliki rata-rata tingkat penjualan hingga 90 %. Seperti; di rusunami Menara Cawang di Cililitan, rusunami City Park di Cengkareng, rusunami Sunway di TMII dan rusunami Gading Nias di Kelapa Gading. Jadi prospek bisnis rusuna di Jakarta sangat menjanjikan.

Berbeda halnya dengan kondisi proyek rusuna di Kemayoran, dengan harga tanah yang tinggi sekitar Rp 4 juta per meter persegi. Maka tak heran kalau proyek rusuna di Kemayoran terlambat, karena tidak ada investor yang mau berinvestasi untuk rusuna ini. Selain proyeknya tidak menguntungkan, status tanah di Kemayoran juga masih berupa HPL. Kondisi ini sulit bagi pengembang untuk memasarkan produknya kepada konsumen. Walaupun sebetulnya sama saja, tetapi psikologis kepemilikan bagi konsumen tetap menjadi pertimbangan dalam membeli produk properti

Lain soal kalau pemerintah membebaskan biaya tanah. Sedangkan biaya bangunan diserahkan sepenuhnya kepada pengembang. Sudah bisa dipastikan para investor akan berbondong-bondong menyerbu kawasan Kemayoran untuk mengembangkan beragam produk properti. Karena di Kemayoran lahan yang baru dikembangkan baru di 90,8 hektar dari luas lahan keseluruhan mencapai 454 hektar.

Pembangunan rusuna akan terus terjadi di masa mendatang, karena kota-kota di Indonesia memang sudah membutuhkan hunian vertikal yang mampu menampung masyarakat dalam jumlah besar. Namun secara garis besar konsep integral program rusuna dalam implementasinya masih membutuhkan waktu panjang.

Sehingga masalah lambatnya pembangunan rusuna ini bukan masalah kinerja salah satu Menteri yang ‘kurang strategis’ tetapi karena political will pemerintah dalam hal ini Presiden untuk membuat kebijakan penyediaan hunian layak bagi masyarakat menengah-bawah memang tidak ada. Malah yang terjadi Menpera akan menjadi ’kambing hitam’ kegagalan program ini.


Jakarta, 26 Maret 2008

Terimakasih,

Ilham M. Wijaya
proilham@gmail.com

Feb 27, 2008

APBN Neoliberal Dan Derita Rakyat

Oleh Ilham M. Wijaya*

Langkah Pemerintah untuk kembali merevisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2008 layaknya sebuah atraksi panggung yang tak mendapat sorotan penonton. Padahal disaat panggung atraksi tersebut terjadi kondisi sebagian besar rakyat Indonesia sedang menjerit merasakan kehidupan ekonomi yang semakin sulit. Betapa tidak, harga kebutuhan pokok terus merangkak naik, konsumsi masyarakat terhadap kebutuhan pangan semakin tinggi sedangkan pendapatan tidak berubah.

Kebijakan pemerintah dalam APBN-P 2008 memang cukup realistis, yang menjadi pokok persoalan, sejauh mana kebijakan APBN-P itu dapat merubah kondisi ekonomi masyarakat miskin. Artinya kebijakan APBN-P hendaknya mengacu pada paradigma pembangunan ekonomi yang mensejahterakan, bukan malah sebaliknya. Paradigma penyusunan APBN-P 2008 sangat kental dengan ekonomi neoliberal. Sehingga harapan terjadinya pertumbuhan ekonomi sektor riil yang diikuti oleh kesejahteraan masyarakat akan semakin sulit terjadi.

Asumsi dasar APBN-P 2008 sejak dirumuskan pertengahan tahun 2007 berdasarkan perkembangan eksternal dan internal. Untuk eksternal proyeksi kenaikan minyak mentah menjadi pertimbangan utama, kemudian juga perlambatan ekonomi AS akibat kredit perumahan yang kurang baik (subprime mortgage) dan fluktuasi nilai tukar rupiah. Sedangkan dari segi internal tekanan inflasi (food/energy) terus terjadi.

Asumsi dasar tersebut sudah diproyeksikan sesuai dengan kapasitas keuangan Negara. Namun perubahan APBN kembali terjadi setelah satu bulan disahkan. Hal ini menandakan reputasi pemerintah terutama tim ekonomi tidak memiliki perencanaan ekonomi nasional yang matang. Sehingga yang terlihat perekonomian nasional dibawah bayang-bayang neoliberalisme.

Padahal apabila sudah disiapkan sebelumnya, ketika terjadi goncangan ekonomi global yang telah merubah semua proyeksi ekonomi termasuk indikator harga komoditas, Indonesia bisa memanfaatkan kondisi tersebut dengan menggenjot sektor produksi hingga bisa meraup keuntungan yang besar dari kondisi ini. Walaupun ini bersifat jangka panjang, potensi Indonesia untuk melakukan itu sangat terbuka. Dalam hal ini Pemerintah harus bekerja keras menginvestasikan anggarannya untuk membangun sektor produksi komoditas berskala massal, demi memenuhi kebutuhan pasar global di masa mendatang.

Untuk jangka pendek kebijakan merevisi APBN 2008 adalah hal rasional, tetapi harus diikuti penghematan massal dimulai dari belanja pemerintah. Kemudian untuk jangka menengah, program diversifikasi produk konsumsi yang dibutuhkan masyarakat harus segera dilakukan dan melepas subsidi untuk sektor yang membebani APBN bisa dilakukan secara perlahan. Sedangkan untuk jangka panjang pemerintah harus mencanangkan penguatan industri hulu disemua sektor produksi terutama sektor pertanian.

Masyarakat jadi korban
Kondisi perekonomian nasional yang sulit sekarang ini telah menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi korban terutama mereka yang berada dipojok-pojok kemiskinan. Kondisi hidupnya akan semakin susah, tingkat kesehatan dan pendidikan menjadi terabaikan, sehingga tak heran masalah sosial akan semakin tinggi.
Peran pemerintah sangat penting dalam melihat perkembangan sistuasi ekonomi dewasa ini. Kebijakan dan strategi pembangunan harus betul-betul berpihak kepada rakyat, trilogi pembangunan yang berbasis pada pro poor, pro prosperity dan pro growt, harus diimplementasikan sebaik mungkin.

Selama ini kondisi pemerintah sama sekali tidak memihak kepada rakyat, pertumbuhan ekonomi akan sulit terjadi karena dari paradigma penyusunan APBN-P menggunakan paradigma yang salah yaitu; asumsi anggaran defisit dengan pembiayaan luar negeri/dalam negeri dan penerbitan surat utang negara (SUN). Melihat struktur APBN-P 2008 belanja pemerintah pemerintah terlalu tinggi, sedangkan investasi, tabungan dan penanggulangan masalah-masalah sosial masyarakat sangat kecil. Kalaupun ada kemajuan ekonomi dipengaruhi oleh investasi swasta, ekspor dan konsumsi masyarakat.

Strategi yang salah
Dengan strategi defisit dan penerbitan SUN, jelaslah bahwa pemerintah tidak memiliki konsep untuk keluar dari krisis, kebijakan pemerintah hanya bersifat sesaat dan menipu rakyat yang membayar pajak. Agenda neoliberal sangat kentara dengan membuka peluang privatisasi, pembiayaan luar negeri yang seolah-olah menjadi keharusan dari APBN, juga surplus APBN akan menjadi keuntungan kreditor karena sebagai bunga utang dan cicilan utang. Penerbitan SUN juga akan berbahaya bagi stabilitas fiskal dalam negeri.

Dengan demikian APBN Indonesia telah terjebak dalam perangkap gali lubang tutup lubang. besarnya beban APBN akan memaksa pemerintah untuk meningkatkan pendapatan terutama dari sektor pajak, menekan pos anggaran departemen strategis seperti; kisruhnya pemotongan anggaran pertahanan, pendidikan dan departemen lainnya, mengurangi biaya subsidi untuk sektor publik seperti; kesehatan, BBM, pendidikan, transportasi dan perumahan. Dampak dari kebijakan itu, prospek kesejahteraan masyarakat menjadi terganggu, sedangkan disisi lain keuntungan finansial tetap diraih oleh pelaku usaha konglomerasi. Itulah neoliberal, sulit untuk dibendung!

Jakarta, 27 Februari 2008

Ilham M. Wijaya
proilham@gmail.com

Jan 28, 2008

"Pak Harto Kesalahan Bapak Saya Maafkan''

Oleh : Ilham M. Wijaya

Orang besar yang sangat berpengaruh itu telah pergi, entah apa yang membuat semua orang menjadi terbawa suasana haru ketika sang jendral meninggal dunia. Apakah karena dia satu-satunya Presiden yang baru meninggal dunia? Atau karena dia seorang Presiden? Padahal menurut orang dulu Soekarno ketika meninggal tidak mendapat perlakuan yang istimewa seperti sekarang, beritanya tidak ramai seperti sekarang. Mungkin karena sosok penguasa orde baru ini sangat berpengaruh di Indonesia. Sehingga siapapun yang berkuasa dan ingin maju harus sowan dulu ke eyang cendana ini. Maka benarlah bahwa Soeharto adalah the big god father di Indonesia dengan melihat prosesi pemakamannya.

Orang menyebut Soeharto adalah bapak pembangunan yang telah berjasa kepada bangsa, banyak prestasi yang dicapai semasa kepemimpinannya, gaya kepemimpinan militer dengan pendekatan kultur jawa cukup ampuh membangun singgasana sampai 32 tahun. Entah dari mana presiden kedua ini belajar menguasai sistem ketata-negaraan hingga mampu memonopoli kekuatan politik manapun, ia berhasil menjadikan kalangan Militer tunduk dan patuh kepadanya karena jabatan Panglima Perang, ia juga sangat cerdas membentuk Golkar sebagai kendaraan politik dengan tidak memberi embel-embel partai, beberapa organisasi massa sengaja di buat untuk menjadi bagian dari rumah besar itu, misanya; ia mendorong berdirinya KORPRI untuk mengorganisasi para PNS, ia juga memberikan kesempatan kepada pakar untuk membentuk HKTI, SOBSI, PGRI, PWI, NKK/BKK dll. Semua organ itu diberi kemudahan dan pada akhirnya berada dibawah pengaruhnya. Dengan cara seperti itu, tidak ada lagi yang bisa melawan sang presiden, kalau ada yang melawan akan berhadapan dengan senjata subversif, tidak hanya itu penculikan dengan gaya militerpun kerap terjadi di zaman Soeharto.


Di awal kepemimpinannya Sang Presiden memang sudah menuai kontroversi yaitu ihwal peralihan kekuasaan 'supersemar', tapi karena dianggap selesai jadi semua berlalu begitu saja. Kemudian dengan kekuasaanya Sang Jendral melakukan pembersihan pengikut Soekarno dan PKI diseluruh Indonesia, tidak sedikit dari operasi ini korban jiwa berjatuhan. Masa-masa bahagia dan sulit di zaman orde baru bagi bangsa Indonesia dilalui oleh Sang Jendral dengan tegar. Kebahagiaan misalnya terjadi ketika Indonesia menikmati keuntungan berlimpah akibat dari 'boomig oil'. Namun kebahagiaan itu hanya dinikmati oleh keluarga dan kroninya saja, sedangkan kualitas hidup rakyat tetap sengsara. Masa kesulitanpun demikian misalnya; ketika Soeharto dipaksa lengser dari jabatan Presiden oleh anak muda dan tua di DPR RI, dia merasakan hanya bersama keluarga dan sebagian kecil kroni juga mungkin ada rakyat Indonesia yang berempati.

Sampai akhirnya episode tokoh besar Indonesia itu sudah berakhir pada hari Minggu tanggal 29 Januari 2008 pukul 13.30, dan seluruh pelosok negeri ini membicarakan Pak Harto, ada yang benar-benar berduka, ada juga yang berguyon "asyik bagi-bagi kaos turut bela sungkawa", ada juga yang bahagia karena merasa balas dendamnya sudah tercapai. Yang pasti semuanya tumpah-ruah menghiasi ruang publik media nasional hari ini.

Akhirnya sebagai muslim, saya merasakan betul bagaimana rasanya kehilangan seseorang untuk pergi selamanya ke alam baka, kesedihan bagi keluarga dan kerabat yang ditingalkan, juga pastinya pertanggung-jawaban di akherat akan sangat berat apabila semua dosa di dunia tidak dimaafkan, untuk itu apabila Pak Harto punya dosa kepada saya, entah dosa struktural atau dosa kultural, dengan hati yang terdalam saya maafkan bapak. Semoga perjalanan jauh dialam sana bisa dilalui dengan tenang. Selamat jalan Pak Harto...


Djakarta, 28 Januari 2008


Salam Hangat,

Ilham M. Wijaya

Jan 15, 2008

Politik dan Proyeksi Properti 2008

Oleh: Ilham M. Wijaya, SE

Tampaknya proyeksi semua sektor ekonomi termasuk properti di tahun 2008 selalu dikaitkan dengan variabel politik. Hal ini disebabkan eskalasi politik di tahun 2008 diprediksi akan meningkat karena persiapan Pemilu 2009. layaknya hantu yang menakutkan tahun 2008 ini menjadi bayang-bayang bagi pelaku usaha properti untuk mengembangkan bisnisnya. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai sejauh mana pengaruh politik terhadap pertumbuhan usaha properti di Indonesia dan bagaimana strategi untuk bisa bertahan dari kondisi perpolitikan yang tidak menentu.

Awal tahun ini perekonomian nasional dikejutkan dengan kenaikan harga minyak dunia yang menembus batas psikologis yaitu 100 dollar per barrel. Kenaikan ini tentunya berpengaruh terhadap asumsi APBN dan PDB tahun 2008. Selain itu dari sektor perbankan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan menurunkan BI rate menjadi 8% per Januari 2008. Dengan dikeluarkan kebijakan ini memberikan peluang bagi sektor properti untuk bisa berkembang. Namun dari bidang politik kemungkinan-kemungkinan negatif bisa terjadi mengingat kondisi tahun 2008 masih rawan karena semua partai politik akan bekerja keras untuk meraih dukungan massa, gesekan-gesekanpun kemungkinan akan mudah terjadi.

Hubungan sektor properti dengan politik sebetulnya lebih pada konteks ekonomi yang dipengaruhi oleh kebijakan politik, apabila kondisi politik tidak menentu atau mengalami kekacauan (chaos) akan berdampak kepada perekonomian terutama menyangkut sektor industri; supply-demand tidak seimbang dan distribusi barang akan terganggu. Apabila ini berlanjut maka akan terjadi inflasi tinggi yang ditandai dengan kenaikan harga akibat tidak adanya permintaan dan terjadi over supply.

Di tahun 2007 yang lalu kondisi perpolitikan nasional relatif stabil, walaupun banyak unjuk rasa diberbagai daerah terutama menyangkut kekisruhan hasil Pilkada dan di tingkat nasional menyangkut kebijakan pemerintah tentang UU PA, UU PMA, UU Pornografi dan UU Politik yang banyak menimbulkan kontroversi dari masyarakat. Dari kondisi politik yang demikian ternyata pengaruh terhadap sektor ekonomi tidak begitu signifikan. Tercatat kondisi pertumbuhan ekonomi di tahun 2007 merupakan kondisi terbaik sejak krisis ekonomi 1998. Berbagai sektor ekonomi mengalami peningkatan, di sektor properti, nilai kredit properti yang dirilis Bank Indonesia (BI) per Juni 2007 sebesar Rp130,93 Trilyun naik 7-8% dibandingkan tahun sebelumnya.

Dari catatan tahun 2007 tersebut, proyeksi properti tahun 2008 menunjukkan kecenderungan yang sama, apabila tidak ada kondisi-kondisi yang mengganggu keamanan negara dan kekacauan politik yang luar biasa, sektor properti diperkirakan tetap akan tumbuh sekitar 5-6% atau dengan nilai kapitalisasi pasarnya mencapai Rp73,9 Trilyun.

Berdasarkan pengalaman pada tahun 2003 menjelang pemilu 2004, sektor properti tidak terpengaruh dengan konstelasi politik, justru banyak pengembang dengan semangat ekspansi bisnisnya malah memanfaatkan momentum politik tersebut untuk meluncurkan proyek-proyek barunya. Hal ini disebabkan paradigma pelaku usaha properti sudah mulai bergeser dan cenderung lebih dewasa dalam melihat kondisi pasar. Masalah politik menjadi hal biasa, karena Indonesia dianggap sudah selesai melalui masa transisi.

Namun demikian, kondisi pasar properti di tahun 2008 diperkirakan masih rawan, mengingat faktor fundamental ekonomi nasional yaitu sektor riil belum berjalan optimal. Hal inilah yang mempengaruhi permintaan dan daya beli masyarakat. Walaupun release BI menyebutkan adanya pergerakan sektor riil akibat pengaruh besarnya kapitalisasi pasar modal yang mencapai 67% pada tahun 2007 lalu. Namun hal ini masih sulit dibuktikan, karena melihat fakta dilapangan banyak terjadi kesenjangan terutama menyangkut kemiskinan.

Sektor riil merupakan bagian terpenting untuk menggerakkan bisnis properti, apabila pemerintah memiliki political will untuk mengawal pasar agar bergerak ke arah sektor riil, maka efek dominonya akan mempengaruhi secara positif pertumbuhan sektor properti. Selain itu di tahun 2008 akan terjadi persaingan yang ketat antara pelaku bisnis properti, terutama pada subsektor properti apartemen sewa dan perkantoran, karena pada tahun 2008 dieprkirakan banyak proyek baru dua produk akan beroperasi. Maka kemungkinan terjadinya over supply ditahun 2008 akan tinggi.

Strategi
Untuk menghadapi kemungkinan terburuk dari kondisi properti indonesia ditahun 2008, maka para pelaku bisnis properti disarankan untuk lebih agresif dan kreatif dalam melihat kecenderungan pasar. Untuk para pengembang faktor marketing sangat penting untuk menyukseskan penjualan produk properti, dengan marketing yang tangguh dan handal, kondisi properti di tahun 2008 akan mudah dilalui dengan gemilang.

Untuk para investor di bidang properti walaupun momentum 2007 untuk investasi cukup bagus, hal itu belum terlambat. Investor tetap bisa menginvestasikan dananya kesektor properti karena masih memiliki capital gain yang tinggi. Dengan catatan ada syarat-syarat yang harus dipenuhi diantaranya; pertama, mengetahui kondisi pasar disekitar lokasi yang akan di pilih sebagai tempat investasi, kedua, adanya kejelasan mengenai status legalitas hukum produk properti tersebut, ketiga, memahami perhitungan analisa investasi untuk mendapat keuntungan maksimal.

Pada akhirnya kondisi properti di tahun 2008 akan bisa tumbuh apabila pemerintah tetap berperan sebagai partner yang menguntungkan bagi berkembangnya usaha ini. Instrumen-intrumen investasi perlu diinovasi, penerapan REIT perlu dipercepat realisasinya, birokrasi perijinan dan sektor perbankan diharapkan mampu mendukung sektor properti.

Jakarta, 14 Januari 2008