May 13, 2008

Era Baru "Property Trust" Di Indonesia

Oleh : Ilham M. Wijaya, SE

Era baru pembentukan Real Estate Investment Trusts (REITs) atau lebih dikenal dengan property trust di Indonesia memasuki babak baru dengan diterbitkannya peraturan Bappepam dan Lembaga Keuangan pada 18 Desember 2007 yang berkaitan dengan Dana Investasi Real Estate dalam bentuk Kontrak Investasi Kolektif (DIRE-KIK).

Sesuai harapan para pelaku bisnis properti di Indonesia, agar ada instrumen pembiayaan dan investasi selain perbankan yang bisa menjadi alternatif pengembangan sektor properti. Maka dengan adanya DIRE-KIK instrumen ini bisa menjadi solusi alternatif.

Namun pembentukan property trust ini di Indonesia masih menyisakan masalah yang cukup pelik yaitu mengenai penetapan pajak ganda REITs. Sehingga dampaknya sampai saat ini penerbitan REITs dalam negeri masih sepi peminat. Kalau masalah pajak ini masih belum bisa teratasi dalam waktu dekat, maka kekhawatirannya para pengembang yang akan menerbitkan REITs memilih beralih ke Singapura, karena disana tidak ada penetapan pajak REITs.

Kendala penetapan pajak ini terjadi karena ada perbedaan interpretasi antara Bapepam, Ditjen Pajak dan DPR mengenai REITs. Silang sengkarut ini memang menjadi penyebab utama. Karena REITs terbilang instrumen yang masih baru. Selain ada anggapan mengenai pajak properti harus dilipat-gandakan karena pelaku bisnis ini adalah high class.

Untuk menyelesaikan masalah ini, sebetulnya bisa dicari jalan keluarnya yaitu dengan mencari nilai investasi yang proporsional sesuai keuntungan yang didapat. Jalan tengah ini bisa direalisasikan seperti terjadi di Malaysia, keuntungan yang diperoleh dari investasi REITs hanya 90 % bisa dinikmati investor sedangkan sisanya menjadi bagian pajak kepada pemerintah. Tetapi jika ingin lebih agresif untuk mengembangkan sektor properti seharusnya pajak REITs dibebaskan, karena akan berdampak positif bagi pertumbuhan sektor properti dan perekonomian nasional.

Keunikan instrumen REITs atau DIRE-KIK ini terletak pada nilai imbal hasil dari properti yang terbilang cukup tinggi dan keamanannya juga relatif terjamin. Selain itu REITs juga bisa menjadi alternatif pengembang untuk melakukan ekspansi usaha. Dengan asset properti yang dimiliki, pelaku bisnis properti bisa me-listing assetnya menjadi REITs pada sebuah institusi trust (sebuah bentuk SPV/special purpose vehicle) yang selanjutnya menerbitkan surat REIT dan dijual di pasar modal. Penjualan surat REITs di pasar modal menjadi keuntungan pemilik asset properti tersebut. Sedangkan investor yang membeli surat REITs tersebut mendapatkan keuntungan dari yield yang diperoleh.

Lantas bagaimana status kepemilikan asset properti yang sudah menjadi REITs? Dengan djadikan REITs maka kepemilikan asset properti masih tetap dimiliki oleh owner yang menerbitkan REITs, namun keuntungan imbal hasil menjadi milik kolektif, inilah keunikan investasi REITs.

Selain itu dari segi pengelolaan REITs sesuai aturan dari Bapepam. Manajer investasi pengelola REITs dilarang berinvestasi ditanah kosong dan produk real estat yang masih dalam tahap pembangunan. Nilai minimalnya 50 % dari nilai aktiva bersih, boleh atau tanpa menggunakan Special Purpose Company (SPC), adanya kewajiban Bank Kustodian untuk menghitung Aktiva bersih DIRE-KIK paling kurang sekali dalam satu bulan. Dengan aturan ini masyarakat diuntungkan karena ada kejelasan kriteria investasi yang aman dan terjamin. Sebaliknya pengembangpun diuntungkan karena akan mendapatkan lebih dari 50% nilai investasi REITs, juga dari kapitalisasi aset milik investor yang terus bertambah seiring perkembangan produk properti yang dikelolanya.

Tantangan REITs

Tantangan REITs di masa-masa mendatang adalah terkait kondisi pertumbuhan sektor properti di Indonesia yang berjalan lamban, karena pertumbuhan sektor riil belum berjalan optimal. Selain itu untuk mendukung pertumbuhan REITs maka perlu ditunjang oleh pengkajian prospek pasar properti Indonesia secara terus menerus dan disosialisasikan kepada masyarakat agar masyarakat tertarik untuk berinvestasi di REITs.

Kondisi pertumbuhan bisnis properti di Indonesia seringkali mengalami pasang surut, terutama ketika terjadi resesi ekonomi dan faktor bencana alam yang tidak bisa diprediksi. Meningkatnya pasokan properti di Indonesia tidak selalu dikuti oleh daya serap pasar yang stabil, terkadang kondisinya malah menurun dan sulit untuk kembali merangkak naik. Hal ini dipengaruhi oleh stabilitas ekonomi dan sosial politik di Indonesia yang tidak pasti.

Tetapi semua kendala itu akan teratasi apabila pemerintah berperan aktif menciptakan kondisi perekonomian yang kondusif bagi investasi. Selama ini perak aktif itu sudah berjalan dengan baik. Hal ini ditandai dengan perkembangan kondisi sektor properti dari tahun ketahun menunjukkan pertumbuhan yang positif. Seperti terlihat dari rasio kredit proeprti bermasalah/NPL di Perbankan terus membaik, begitu juga dengan mulai berkembanganya pembangunan produk properti di Jakarta yang diikuti oleh daya serap pasar yang cukup tinggi. Sub sektor properti yang termasuk tinggi daya serapnya seperti; Sub Sektor Apartemen, Office, Residensial, Retail dan Hotel.

Melihat kondisi pertumbuhan sektor properti tersebut, maka efektifitas REITs akan dapat dirasakan paling tidak setelah 10 tahun kedepan. Karena sektor properti membutuhkan waktu lama untuk upturn hingga mencapai booming, yang ditandai dengan nilai asset yang tinggi, harga seimbang, permintaan tinggi, dan biaya kontruksi rendah.

Terimakasih

Jakarta, 12 Mei 2008