Jun 2, 2008

Apartemen Bersubsidi (Bukan) Untuk Rakyat

Oleh : Ilham M. Wijaya, SE

Setelah BBM naik kemungkinan besar pasar properti sub produk Apartemen Bersubsidi akan semakin sulit di jangkau masyarakat menengah-bawah. Sejatinya apartemen bersubsidi atau rusunami yang menjadi program pemerintah ini bisa menjadi alternatif pemenuhan kebutuhan papan masyarakat menengah-bawah di perkotaan.

Namun harapan itu semakin jauh, karena kenaikan BBM telah mengurangi daya beli masyarakat. Selain itu dari segi harga jual rusunami dan suku bunga perumahan juga mengalami kenaikan. Apabila kondisi ini berlarut-larut maka sektor properti terutama sub sektor rusunami akan mengalami down effect hingga menuju kehancuran.

Tetapi hal ini tidak akan terjadi kepada para pengembang rusunami yang sudah hampir sold out penjualan unitnya, mereka akan sedikit diuntungkan karena akad kredit konsumen dengan pihak Bank sudah diteken sehingga dana dari Bank bisa dicairkan. Namun bagi para konsumen yang baru membeli unit rusunami yang ditandai dengan perjanjian akad kredit dengan Bank, akan mendapatkan kerugian karena beban cicilan semakin berat dan sulit untuk men-disclaimer perjanjian.

Perkembangan penjualan rusunami diJabodetabek berdasarkan hasil riset Property Research Institutes (PRI) menunjukkan hasil fantastis, rata-rata penjualannya sudah mencapai 90 % dengan waktu sekitar 4 bulan. Diperkirakan dalam 3 bulan kedepan penjualan beberapa proyek rusunami tersebut akan sold out 100%. Seperti ; Gading Nias Residences di Kelapa Gading, Kalimalang Residences di Kalimalang Jakarta Timur, Gateway Apartemen di Ciledug Jakarta Selatan, Menara Kebon Jeruk di Jakarta Barat.

Tingginya penjualan unit rusunami ini diperoleh dari dua pihak yaitu; investor dan end user. Pihak investor dapat diklasifikasikan menjadi investor yang berasal dari pelaku bisnis properti dan investor yang berasal dari keluarga berpenghasilan tinggi. Kedua tipikal investor ini mendominasi pembelian unit rusunami dengan kepentingan menjual atau menyewakan kembali kepada pihak kedua (secondary market).

Sedangkan profil pembeli dari kalangan end user atau pengguna. Berasal dari keluarga dengan tujuan murni untuk di huni, keluarga dengan motif pribadi (misalnya ; untuk transit, bonus, investasi skala kecil, dll). Kalangan executive yang masih single dengan tujuan mensubsitusi biaya kost dengan membeli unit rusunami.

Beberapa profil pembeli tersebut memang sulit diidentifikasi secara riil, karena data penjualan setiap proyek rusunami terbatas. Namun dari hasil analisa Proeprty Research Institutes (PRI) dapat disimpulkan bahwa tingginya penjualan rusunami tersebut berasal dari kalangan investor yang berlatar belakang keluarga berpenghasilan tinggi. Selain itu pembeli dari hasil kerjasama pengembang dengan perusahaan juga menjadi faktor tingginya penjualan rusunami.

Bagaimana dengan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah? Bukankah rusunami yang dijadikan program pemerintah ini ditujukan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah? Memang pembangunan rusunami ini sedari awal sulit sekali untuk bisa dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah melalui Peraturan Menpera No 7 Tahun 2007 tentang subsidi telah mematok gaji yang berhak mendapat subsidi adalah masyarakat yang memiliki gaji maksimal Rp 4,5 juta dan minimal Rp1,5 juta.

Untuk masyarakat yang memiliki gaji Rp1,5 juta diberikan kemudahan untuk membeli unit rusun dengan harga Rp75 juta, sedangkan yang memiliki gaji Rp4,5 juta dapat membeli rusunami dengan harga Rp144 juta. Kebijakan ini selintas memang proporsional. Namun ternyata dilapangan, pengembang mensiasatinya dengan memasang harga unit rusunami Rp144 juta dengan komposisi paling banyak. Sedangkan harga unit rusunami Rp75 juta dipasang sedikit. Siasat ini dipakai untuk menghindari kerugian akibat daya beli masyarakat yang memiliki gaji Rp1,5 juta akan sulit membeli rusunami.

Kritik banyak pihak terhadap masalah penyerapan produk rusunami yang salah sasaran. Sebetulnya masalahnya bukan pada pembeli dari kalangan investor. Tetapi karena besaran subsidi yang ditentukan pemerintah tidak sebanding dengan kondisi penghasilan masyarakat menengah-bawah. Sehingga unit rusunami banyak diserap oleh kalangan investor menengah-atas yang notabenenya kalangan mampu. Seharusnya pemerintah menaikkan besaran subsidi bagi kalangan menengah-bawah dan mengintensifkan pengawasan dilapangan. Agar rusunami yang dijadikan program pemerintah ini bisa benar-benar untuk rakyat. Semoga


Jakarta, 28 Mei 2008

Terimakasih



Ilham M. Wijaya
prolham@gmail.com

* Tulisan ini dimuat di harian Bisnis Indonesia, 31 Mei 2008